24 October 2008

3 Bulan di Tengah Belantara

Buat semua orang yang udah buka blog ini dan ngerasa kecewa dengan isinya yang tidak mengalami perubahan berarti beberapa bulan ini. Kali ini saya coba merangkum dengan singkat apa saja yang telah terlewatkan sejak setahun kemarin.


Sudah setahun lewat saya tinggalkan Bandung(dan saya masih selalu merindukannya.) Setahun kemarin saya mulai bekerja di Jakarta, jadi salah besar kalau anda mengira saya meninggalkan Bandung karena diusir Pak RT atau karena kena operasi penertiban pengangguran ^_^

Saya meninggalkan Bandung untuk bekerja di Jakarta, yah ibukota negara kita ini, yang meski panas, berdebu, macet, sering banjir, tingkat kriminalitas tinggi, standar gaji masih sering tidak sesuai dengan biaya hidup, dll, dst, dsb toh tetap saja menjadi tempat berpusarnya jutaan manusia yang mengais rejeki.

Sejak bulan puasa tahun kemarin saya bekerja di sebuah perusahaan pengeboran kelas menengah kesamping yang berlokasi di Tangerang (udah lah pokoknya itu Jakarta juga) awalnya saya masuk ke perusahaan itu sebagai Drafter atawa juru gambar. Sehabis libur lebaran (setelah sekitar dua minggu bekerja) saya ditugasi menjadi Site Manager project Deep Well di Bintaro. Cerita mengenai ini dan beberapa project lain mungkin saya posting lain waktu saja, soalnya saya mau cerita soal project yang terbaru nih


Halmahera


Nah buat preview klik foto-fotonya dulu ya
  • Halmahera




  • Perjalanan menuju Halmahera ini bukannya tidak terprediksi, namun memang terlalu singkat waktu untuk persiapan menuju kesana. Mulai dari persiapan mental, persiapan barang-barang kebutuhan hingga persiapan mengenai proyek itu sendiri. Pamitan ke orang-orang terdekat saya, mempersiapkan berbagai benda yang mungkin akan saya perlukan. Dan hingga hari H tiba rasanya masih belum siap juga.

    Keberangkatan kami diawali dengan terlambat bangun, salah jalur keberangkatan, sempat distop karena barang bawaan (mata bor) yang mencurigakan dan kelebihan beban, hingga baru bisa bernafas dengan lancar setelah duduk di kursi Lion Air, dan melayanglah kami ke Manado. Transit dan berganti pesawat Trigana Air ke Ternate, tentu saja setelah sukses menyuruh seluruh penumpang, pilot dan mbak pramugarinya menunggu kedatangan kami. Pesawat kali ini cuma pesawat baling-baling, kecil, nggak pake AC tapi entah kenapa lebih nyaman kursinya (meski lebih panas), lebih cantik mbaknya (lebih natural ga kebanyakan make up)dan gak lupa juga dikasih kue.

    Kemudian siang hari sekitar jam 13.00 WIT kami mendarat di Ternate. Bingung dan masih ngerasa ga jelas, hingga kemudian bisa menghubungi pihak klien yang orang Cina (Cina beneran lo) dan tetep aja bingung karena si Cina nya ga paham bahasa kita kitanya juga ga paham bahasa mereka. Tapi kita tahu kalo si Cina ini nginep di Hotel Boulevard jadi meluncurlah kami kesana.

    Setelah ketemu, salam-salaman dan ngobrol dengan bahasa campur aduk antara bahasa Ingris, bahasa Cina dan bahasa Tarzan, kami sepakat untuk berangkat keesokan paginya sekaligus menunggu barang kami yang belum tiba (entah kenapa beberapa bagasi kami terkirim ke Jogja).

    Jadi kami lewatkan sepanjang siang dan sore itu di hotel didepan laut, keren ^_^ seneng banget karena udah lama kangen laut. Ngobrol, becanda, telfon dan sms orang-orang dekat saya, pokoknya menyombongkan dan berusaha membuat mereka iri dengan apa yang ada didepan mata saya.

    Malamnya kami makan di restoran di dekat hotel ditraktir oleh mr. Lee, dan dengan bahasa ingglis yang berantakan mereka pesan nasi goreng dan jus jeruk. Kami juga terpengaruh untuk ikut pesan nasi goreng, tapi untuk minumannya kami bertiga sepakat dengan jus alpukat. Nah ketika si minuman ini datang, si mr. Wan tertarik buat mencoba dan dia langsung mengajukan opsi untuk menukar jus alpukat pak Sahat dengan jus jeruk miliknya, tentu saja dia cuma bisa mengiyakan (sebenarnya dia pengen banget lo, soalnya sampai malam hal ini bakal masih menertawakan dia)

    Setelah makan hujan masih juga deras dan bahkan ketika kembali ke kamar ternyata diatas televisi sudah basah kuyup. Alhasil kami minta tukar kamar, dan masih sempat ngisengin pak Cardo yang bingung nyariin kamar. Setelah ngobrol-ngobrol ringan malamnya kami tidur dan bangun keesokan harinya untuk melanjutkan hidup eh tugas maksudnya.

    Sesuai kesepakatan sebelumnya, pak S dan pak C akan ke bandara untuk mengurusi peralatan kami yang terlambat hadir sedangkan saya akan menemani para mr dari China dan menuju ke lokasi proyek terlebih dahulu apabila ternyata pak S terlambat. Nah maka berangkatlah saya dengan para mr dari China ini menuju pulau Halmahera, kami meluncur menuju Sofifi.

    Seharian menunggu hingga matahari mulai miring ke barat, dan akhirnya pak S dan C datang dilanjutkan dengan segala kerepotan mengatur barang, membagi-bagi muatan, dan akhirnya pak S dan C terpaksa harus menumpang mobil umum (kalo ga salah Avanza) sedangkan saya cukup bahagia berada di dalam Strada.

    Perjalanan selama kurang lebih 6 jam yang terasa nyaris seperti satu dasawarsa itu kemudian berakhir juga. Malam ini kami menginap di Sub Pemukiman I, sebuah kawasan pemukiman penduduk yang dibuat dan diatur pemerintah dan dibaurkan dengan penduduk pendatang yang mengikuti program Transmigrasi. Ok capek banget nih, untuk kelanjutan cerita menuju Camp Mer-mer dilanjut di posting berikutnya yah ^_^

    02 October 2008

    Badai memang belum berlalu

    Postingan saya yang waktu itu tentang badai yang datang menghunjam mungkin menunjukkan betapa luluh lantaknya saya. Sekarang setelah beberapa hari berlalu, setelah menghabiskan beratus putaran jarum jam untuk merenung, berpikir, terkadang diselingi berdoa, saya akhirnya bisa kembali menyatukan sebagian kecil potongan2 yang terhempas. Ya, badai itu tidak membunuh saya, badai itu telah membuat saya sadar akan begitu banyak hal. Banyak sekali hal yang saya lewatkan begitu saja dalam hidup ini, aneka konsep dasar yang seharusnya jadi pegangan bagi keyakinan-keyakinan saya.

    Badai itu mengingatkan saya untuk lebih banyak mendekatkan diri dengan Pemilik saya yang sepenuhnya, untuk lebih banyak berusaha memahami-Nya, bukan membantah dan memaksakan egoisme saya, tentu saja berusaha tetap harus dilakukan tapi dalam bentuk perjuangan bukan perlawanan atas sebuah takdir. Badai itu juga mengingatkan saya bahwa saya pernah berjanji untuk untuk tidak pernah menyerah, untuk selalu berlari bahkan bila esok adalah hari terakhir hidup saya, untuk selalu mencari kemungkinan bahwa hari ini bukanlah hari terakhir hidup saya.

    Hempasan badai itu juga yang mengembalikan ingatan saya tentang kesempatan yang hanya akan datang pada mereka yang siap. Sementara saya sendiri masih belum siap dalam menghadapi badai itu, seandainya saya siap mungkin saya bisa menghindari badai itu.

    Atau mungkin juga badai itu datang untuk menunjukkan pada saya bahwa persiapan saya kurang, bahwa saya masih harus menjadi lebih baik lagi, bahwa saya harus lebih kuat lagi. Bisa juga badai ini memang harus hadir, sebab seekor harimau dibesarkan dalam terpaan hujan badai bukan dalam buaian lembut seekor anak kucing.

    Mohon Maaf

    Selamat hari raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Bathin.

    Buat semua orang yang pernah ngerasa pengen kembali ke masa lalu, buat diperbaiki, buat diulangi, buat ngambil keputusan yang berbeda. Kita nggak akan bisa, tapi aku yakin Allah bakal ngasih kita kesempatan buat memperbaiki semuanya, buat memulai sesuatu yang baru lagi. Untuk itu sekali lagi pada momentum yang bahagia ini saya mohon maaf atas berbagai hal yang telah lalu, demi esok yang lebih baik.