25 January 2010

Happy New Year, La Primavera

Sudah berbulan-bulan lewat sejak terakhir kali memuat posting di Blog ini, Tahun pun sudah berganti, dan mumpung masih di awal tahun saya ucapkan lagi "Selamat Tahun Baru 2010". Topik dalam posting kali ini ialah Tahun Baru, berawal dari obrolan singkat di sela pekerjaan dan berlanjut dengan konsultasi dengan Mbah Google maka saya tulis posting ini. "La Primavera"

Pertanyaan yang mengawali rentetan tulisan ini muncul saat saya melihat Stiker di salah satu pusat perbelanjaan, "End Season Sale discount up to 70%", saya pun bertanya pada Mr.S "memangnya tahun baru itu 'End Season'(Akhir Musim)?" Saya menanyakan hal ini karena setahu saya pada negara-negara empat musim Januari masih termasuk musim dingin. Mr.S membenarkan hal tersebut karena menurutnya Januari sudah mulai memasuki musim semi, dan meskipun sama-sama belum sempat menjejakkan kaki di negeri 4 musim saya masih merasa belum puas dengan jawaban ini, maka berkonsultasilah saya dengan Mbah Google.

Maka beginilah kisahnya.......

Masyarakat negeri 4 musim pada mulanya merayakan tahun baru pada awal musim semi dan menjelang bulan purnama penuh, atau pada tanggal 1 Maret. Maret juga merupakan bulan pertama dalam satu tahun, dan sedikit catatan bahwa perhitungan kalender pada masa itu mengacu pada penanggalan bulan dan bukannya matahari. Ab Urbe Condita, atau hari dimana Roma berdiri merupakan nama lain dari penanggalan tersebut, dimulai pada 753SM bersamaan dengan berdirinya kota Roma.

Tradisi tahun baru pada bulan Maret berakhir ketika pada tahun 46SM Julius Gaius Caesar menetapkan sistem penanggalan baru yang merubah kalender dengan sistem Lunar (Bulan) menjadi Solar (BBM eh sori matahari maksudnya. Sistem kalender ini juga dikenal dengan Kalender Gregorian, dengan tanggal 1 Januari sebagai tahun barunya. Sedikit catatan Julius Caesar pula yang menambahkan bulan July/Juli dan sekaligus memporak-porandakan susunan bulan-bulan dalam satu tahun. Misalnya October yang seharusnya merupakan bulan ke delapan (Octa/Okto) menjadi bergeser ke bulan 10 begitupun September yang awalnya merupakan bulam ke tujuh (Septem). Yah, sejarah adalah milik para penguasa kan ^_^

La Primavera

Menurut orang Italia, tahun baru merupakan La Primavera atau "Kehidupan yang Pertama(atau yang Utama yah?)" jadi pada tahun yang baru ini marilah kita memulai kehidupan yang baru, mulai menjalani kebaikan-kebaikan baru, meninggalkan kesalahan-kesalahan lampau dan berusaha tidak mengulanginya, menuju kehidupan yang lebih baik.

NB: Mohon Doa dan Restunya yah saudara-saudara, semoga di tahun ini saya bisa melangkah ke sebuah jenjang kehidupan yang baru, dimana saya akan mengakhiri masa lajang dan semoga juga masa-masa jalang ^_^

12 January 2010

Masjid yang Besar

Akhir tahun kemarin saya lewatkan di Jawa Timur, bersama sang calon Nyonya, saya berputar-putar di Malang, melintasi Caruban, Nganjuk, Mojokerto dan tentu saja Madiun. Seringkali kami juga harus sholat di perjalanan, maka mampirlah kami di masjid-masjid yang kami temui di sepanjang perjalanan, kadang di Masjid Besar kadang di Masjid Kecil.

Ada sesuatu yang hampir selalu saya rasakan ketika memasuki sebuah Majid Besar, besar disini tentu saja dalam soal ukuran, bentuk dan kemegahan masjid tersebut. Masjid-Masjid Besar ini seringkali dihiasi interior mengkilap, keramik pilihan, hiasan dan ornamen di sekujur dinding masjid, tiang-tiang menjulang, langit-langit yang begitu tinggi. Bagi sebagian orang mungkin ini justru tampak megah, indah, menakjubkan tapi bagi saya justru sebaliknya.

Buat saya mungkin Masjid Besar itu cukup Masjid Besar yang ada di dekat alun-alun, sedangkan di tempat lain cukuplah masjid - masjid dengan ukuran menengah atau kecil. Anda mungkin tidak setuju, sama seperti banyak orang lain diluar sana yang juga berpendapat sama, tapi sebelum itu mari kita bahas soal Masjid Besar ini.

Sebuah masjid besar yang megah bisa saja jadi kebanggaan, sebuah simbol keagungan, simbol pemujaan untuk mengagungkan nama-NYA, selain itu masjid yang merupakan "Rumah Allah" haruslah dibangun dengan sebaik-baiknya, dan tentu saja masih banyak alasan lain yang dapat dijadikan dasar mengapa sebuah masjid dibangun dengan ukuran besar dan megah.

Alasan kenapa saya lebih menyukai masjid-masjid yang sederhana adalah, bagi saya masjid yang besar atau megah belum tentu nyaman, mungkin saja ini hanyalah sebuah rasa minder diri, sebuah kompleks inferior yang berlebihan. Hal lainnya adalah pada masjid yang besar pada saat masjid ini sedang tidak banyak digunakan maka akan terasa kosong, suwung, sementara pada masjid yang lebih sederhana yang muncul justru keheningan atau kesunyian yang menenangkan. Masjid yang sederhana juga memberi kesan yang lebih membumi, lebih menyatu dengan hidup sehari-hari sehingga ibadah yang kita lakukan tidak terasa memberi jarak dengan amalan-amalan duniawi, bahwa agama sesungguhnya bukan cuma ada dalam kitab suci. Mungkin itulah beberapa hal yang membuat saya merasa lebih nyaman berada dalam sebuah masjid yang sederhana.

Nah cukup dengan soal perasaan, sekarang mengenai alasan logisnya kenapa masjid tidak perlu harus mewah atau megah. Tentu saja karena mahal dan membutuhkan biaya besar, dan kadang biaya ini harus didapatkan dengan meminta-minta sumbangan, (yang tentu saja berpotensi mengalami penyelewengan). Masalah lain adalah, sebuah masjid yang mewah bisa saja dibangun dengan dana yang sebanding dengan pembangunan beberapa masjid yang sederhana, sedangkan saya (dan mungkin anda juga) sering melihat banyak masjid, surau, langgar, atau musholla yang dibangun dengan ala kadarnya karena memang kekurangan dana, karena memang masyarakat sekitarnya pun hidupnya masih cukup sederhana (nyaris miskin)

Jadi bukankah lebih baik membangun seratus masjid yang sederhana daripada sepuluh masjid yang megah yang kemudian hanya akan terisi penuh setiap kali sholat Jumat.