14 May 2007

600Km plus Menuju Rumah

Akhirnya blog ini punya fasilitas Labels, berarti anda bisa menemukan posting berdasarkan topik atau label tertentu. Akan tetapi, tetapi akan, ada satu hal yang bikin saya malu, setelah diberi label ternyata posting mengenai perjalanan atawa journey kok cuma 6 ekor, padahal waktu saya memulai blog ini dengan gagah berani saya beri judul "The Journey Begins" ^_^ Alhasil saya jadi merasa punya hutang untuk memperbanyak postingan mengenai catatan perjalanan saya. Berikut ini adalah perjalanan saya pulang ke rumah yang dikarenakan dilakukan pada saat menjelang lebaran maka lebih asyik disebut mudik.


Awalnya...

Awalnya biasa saja, eh bukan awalnya tentu saja niat sedari dahulu kala untuk berkendara dari Bandung ke Madiun, sayangnya motor Yamaha Alfa 1989 jelas bukan pilihan tepat sebagai partner melintasi aspal sepanjang 600 Kilometer. Hingga akhirnya motor tersebut dipensiunkan dan tugasnya digantikan oleh Honda GLMax. Bukan hal yang mudah buat saya untuk berpindah ke lain tunggangan, bagaimanapun bersama Alfa saya telah menempuh beribu kilo dan beratus putaran jarum jam, mungkin lebih.

Bagaimanapun akhirnya saya berganti motor juga, dan saat itulah saya memutuskan bahwa suatu saat saya harus bisa pulang dengan motor ini. Akhirnya kesempatan itu tiba ketika seorang teman menawarkan diri, atau lebih tepatnya sebuah basa-basi yang saya tanggapi dengan sangat serius, untuk mudik dengan berkendara. Dengan segenap tenaga sepenuh jiwa saya segera menyiapkan rencana untuk pulang dengan berkendara, namun rencana tinggal rencana, jadwal libur yang berbeda memaksa saya pulang dua hari menjelang lebaran.


Rencana berubah

Perjalanan yang seharusnya menjadi sebuah kesempatan bagi saya untuk mempelajari medan, jarak tempuh dan kondisi jalan tiba-tiba berubah menjadi semacam ujian mendadak. Oke, hidup memang tidak selalu berjalan sesuai rencana tapi tanpa rencana bukan berarti tanpa persiapan.

Dalam setiap perjalanan yang paling penting kita ketahui tentu jalannya, setidaknya kita tahu akan menuju kemana kita, apa yang akan kita lewati, dan setidaknya juga pengetahuan singkat tentang perjalanan itu. Browsing dan googling di internet, cari peta perjalanan, biasanya menjelang mudik lebaran banyak beredar peta jalan lengkap dengan jalur alternatif dan info lainnya. Tanya ke semua orang "Tahu jalan kalau mau ke Jogja nggak?" biasanya dijawab "Wah nggak tahu, kenapa?" atau "Ke arah timur mas" duh....

Berangkat!

Sengaja saya niatkan untuk tidur sejak sore, maksudnya ketika subuh nanti saya berangkat saya sudah cukup istirahat, tapi justru saya tidak bisa tidur. Mungkin mirip dengan anak kecil yang besok paginya mau berangkat darmawisata SD. Dalam kondisi setengah tidur (tidur kok setengah) aneka rupa pikiran melintas, cemas, gembira, ragu-ragu dan aneka rupa bayangan bikin otak saya terus beraktifitas. Jam 2 seiring dengan panggilan sahur dari masjid sebelah kamar, saya bangun, mengecek sekilas tas dan bawaan saya yang lain dan kemudian berangkat....menuju warung buat beli sahur.

Duh ternyata ibu warung yang orang Tegal sudah mudik duluan, untung di warung satunya yang pemiliknya orang Bandung masih buka. Makan, mandi dan aneka rupa persiapan lain sudah dilakukan, jam masih menunjukkan pukul 03.15 pagi. Sempat terpikir untuk segera berangkat, tapi seperti biasa pada saat-saat saya melakukan perjalanan ada kecenderungan untuk menjadi lebih alim, jadi saya tunggu adzan subuh, sholat, dan langsung berangkat.


Awal perjalanan

Sambil meluncur dengan gigi netral saya memainkan gas perlahan, memanaskan mesin, menyatukan perasaan, menyelaraskan harmoni (halaaah...) Point awal tentu saja terminal Cicaheum, dengan harapan kalaupun saya tidak yakin dengan rute saya, saya masih bisa mengacu pada jalur bis antar propinsi. Seperti yang saya duga terminal Cicaheum dipenuhi oleh para mudikers atawa para pemudik, sebuah bis jurusan Jogjakarta melaju di kejauhan, segera saja saya kejar, saya dahului dan mengejar bis lain lagi didepannya, terus dan terus hingga membawa saya melintasi Cibiru, keluar dari wilayah kota Bandung. Melintasi Sumedang, melintasi jajaran penjual tahu Sumedang di sepanjang tepian jalan.

Saya lebih sering pulang dengan menggunakan jasa kereta api dan hanya sekali menggunakan bus. Maka berangkat dari pengalaman yang cuma sekali itu maka saya tetapkan point berikutnya adalah Purwokerto. Matahari sudah mulai bersinar ketika saya meninggalkan kota ini, silau! Sepanjang perjalanan saya mencoba menikmati perjalanan meski seringkali perasaan takut kesasar menggelitik saya tetap (mencoba) yakin dengan setiap jalan yang saya pilih.

Dengan tetap mengacu pada jalur utama dan menghindari jalur alternatif motor saya pacu pada kecepatan standar 60km/jam sambil sesekali mencari-cari bus jurusan Purwokerto. Sempat juga melewati Jatiwangi, kalau tidak salah disini merupakan daerah yang terkenal dengan produksi gentengnya (kayaknya pernah disinggung di kuliah bahan bangunan) lalu meluncur ke daerah Palimanan. 3 jam berkendara ditambah mulai jarangnya penunjuk jalan membuat saya memutuskan untuk berhenti. Sebuah warung yang didepannya penuh truk-truk besar (kalau nggak besar namanya trik) menjadi pilihan untuk rehat sejenak. Di seberang warung saya duduk di tepi jalan, sambil bersandar dipohon dan mengecek ulang peta, kalau sekarang bukan waktu puasa maka ke warung sambil ngobrol dengan para supir truk adalah pilihan yang bagus. Dengan sikap yang baik dan tawaran rokok anda bisa mendapat informasi yang menarik mulai dari kondisi jalan hingga berbagai informasi tambahan lainnya.


Setelah 15 menit berhenti, motor kembali dinyalakan (emang kompor?). Jalanan mulai terasa ramai, panas mulai menyengat padahal belum genap pukul sembilan pagi. Point acuan berikutnya adalah Brebes, dengan sedikit (maaf) meraba-raba kondisi jalan, saya mulai ingat bahwa saya pernah melewati jalan ini sewaktu naik bus. Merasa yakin saya langsung tancap gas, apalagi pada penunjuk jalan terlihat bahwa Brebes sudah cukup dekat. Yeahhh...Priiitttt!!!!! Lho? Waduh saya pikir pasti polisi nih, dengan sigap gempita saya langsung bertanya

Saya : "Ada apa pak?!"
Pak P: "Maaf mas, dilarang masuk jalur ini"
Saya : "Lho?! Kenapa pak?" (masih emosi)
Pak P: "Soalnya ini jalan tol mas, hanya boleh buat kendaraan beroda empat atau lebih"
Saya : "he? (dengan tampang yang bodoh dan malu sekali) terus saya lewat mana pak?"
Pak P: "Mas muter dikit aja terus lewat jalan yang lurus"

Duh rasanya malu tiada kepalang, untungnya yang memberhentikan saya tadi adalah petugas pengawas jalan TOL. Sambil nyengir saya memutar dan mengambil jalur normal, ah biarlah pikir saya toh besok juga belum tentu bertemu lagi ^_^

Akhirnya sampai juga di terminal Brebes, kondisi jalan yang padat merayap membuat saya memilih untuk menepi, sembari menyaksikan penumpang dan calon penumpang berdesakan di mulut terminal sempat juga melayangkan pandang ke sekitar terminal, banyak penjual telor asin dan pindang telor. Merasa yakin bahwa kemacetan ini masih akan berlanjut lama saya starter motor dan meluncur ke Tegal.

Daerah Brebes dan Tegal adalah daerah tepi Pantura jadi aroma asin (laut! bukan keringet saya) tercium di sepanjang perjalanan. Masuk Tegal langsung keluar lagi ke arah selatan menuju Slawi di daerah ini banyak terdapat penjual teh poci (teh dalam cerek kecil, terbuat dari tanah liat), baik tehnya saja maupun teh dan pocinya. Banyak orang yang meyakini khasiat teh ini untuk kesehatan. Selain karena teh merupakan minuman yang banyak memberikan manfaat kesehatan, gula batu juga baik untuk mereka yang harus mengurangi konsumsi gula. Bahkan karena khasiatnya teh wasgitel (wangi, panas, sepet, legi, kenthel) ini maka sempat pula muncul ungkapan seperti ini.

Teh poci gula batu, sampai pagi juga mampu

Mampu nge-teh maksudnya ^_^

Dari Slawi terus ke selatan hingga memasuki wilayah Bumiayu, dan terus berlanjut hingga ke Ajibarang. Seharusnya dari Ajibarang bisa langsung ke timur untuk mencapai Purwokerto, namun dengan insting ala kadarnya saya justru berbelok ke Wangon baru kemudian ke Purwokerto, nggak masalah ^_^ Di Wangon ini sempat berhenti untuk sholat Duhur dan sekalian Ashar di sebuah musholla milik sebuah SPBU, sempat ngobrol juga dengan seorang pengendara yang hendak menuju Purwokerto.

Dari Purwokerto bila hendak menuju Jogjakarta maka normalnya perjalanan diarahkan ke Kebumen, Purworejo, Sleman Dst hingga ke Jogja. Namun apa daya saya justru menuju Semarang, tentu saja ini bukan karena nilai Geografi saya yang tidak pernah lebih dari 9 terbalik melainkan karena Kebumen itu di utara dan Wonosobo itu di selatan.

Semarang, aku dataaaang!!

Purbalingga dan Banjarnegara jelas beda dengan Probolinggo dan Bojonegoro, tapi itu tidak penting, setelah melintasi kedua daerah diatas saya melintasi Wonosobo yang terkenal dengan dataran tinggi Dieng. Mungkin di lain kesempatan saya akan mencoba lagi kesini untuk menyaksikan telaga warna dan menyaksikan tanah para dewa ("Di" yang berarti "tempat" atau "gunung" dan "Hyang" yang bermakna dewa). Sambil sedikit menyerempet tepian Semarang dan merasakan panasnya saya kembali mengarah ke selatan.

Matahari sudah bersiap untuk terbenam ketika saya keluar dari Ungaran, memasuki Salatiga langit sudah tidak bisa dibilang merah meski maghrib belum tiba. Selintas muncul nostalgi waktu dulu di Merbabu. Disini saya mulai memacu motor sedikit kencang, selain sudah cukup kenal dengan rute menuju Solo rasa enggan untuk melintasi hutan di Mantingan pada malam hari membuat saya memilih untuk berkendara lebih cepat.

Begitu masuk Solo saya mulai sadar bahwa melintasi Mantingan pada malam hari memang tak terelakkan, akhirnya saya memilih berhenti dan minum Pocari untuk berbuka. Yang pasti bukan karena minum Pocari lantas saya punya ide untuk pulang ke Madiun lewat Cemoro Sewu. Maka sambil mengisi bensin ala kadarnya saya mencoba bertanya kemana jalur menuju Cemoro Sewu. Dalam bayangan saya kalaupun saya kemalaman di tengah jalan saya toh masih bisa ngopi dan istirahat di Cemoro Sewu. Berada di kaki gunung Lawu menjadikan Cemoro Sewu sering dikunjungi pendaki.

Karanganyar, diantara dua jalur menuju Kebakkramat dan Karangpandan saya pilih Karangpandan. Merasa yakin dan percaya pada penunjuk jalan menuju Cemoro Kandang (Cemoro Kandang merupakan wilayah Jawa Tengah, sedang Cemoro Sewu merupakan wilayah Jawa Timur) saya tancap gas. Baru saja berjalan sepuluh menit saya putar balik arah motor. Bagaimana lagi wong jalannya makin kecil, masih ditambah harus melintasi jalan sepi nan gelap dekat sebuah rumah sakit pula. Uhhh....(Oke silahkan ditertawakan)

Akhirnya sebelum menuju Mantingan saya mampir di warung kopi, sambil menyeruput kopi dan ngobrol dengan si bapak pemilik warung (yg punya anak manis) saya mengunyah lombok lebih banyak dari tahu. Ya, tujuannya memang biar kepedasan, sebab dengan kepedasan maka konsentrasi saya meningkat (untung nggak sakit perut^_^). Berdasarkan informasi dari si bapak, jalanan bakal rame dan ini berarti akan banyak teman di perjalanan.

Selepas Isya saya meninggalkan warung kopi tersebut. Mendung membuat langit semakin gelap, saya kencangkan cover backpack saya, hujan bakal membuat jalur Mantingan makin sulit. Kendaraan masih cukup ramai, mulai dari kendaraan pribadi hingga bus, truk dan beberapa sepeda motor, lumayan juga meski harus memacu motor disela bus yang seringkali nekat banting kanan-kiri. Setengah perjalanan melintasi Mantingan hujan turun bagai ditumpahkan, memandang kedepan diantara dentuman hujan cuma lampu belakang mobil didepan yang bisa jadi acuan. Sialnya mobil dibelakang terus menggunakan lampu sorot (dim) dan benar-benar mengganggu saya hingga akhirnya spion saya tekuk ke bawah.

Hujan masih terus tumpah hingga akhirnya saya melihat tulisan "Selamat datang di Madiun" Laju motor mulai saya perlambat, capek, pantat kebawah mati rasa, wajah terasa panas oleh gempuran hujan, tangan kebas, tapi saya bahagia. Yesss....

Saya lupa berapa kilometer perjalanan hari itu, yang saya ingat total waktu tempuhnya 18 jam plus istirahat. Kecepatan terbaik saya dari sekitar 8 kali perjalanan Bandung Madiun PP adalah 8 jam untuk 600Km, dihitung mulai keluar kota Madiun hingga masuk ke Bandung. Oh ya jangan percaya kalau si Farhan bilang 500Km ga berasa, apapun motor anda 500km tetap berasa, buktikan ^_^.

1 comment: