18 November 2007

Blog ini akan di-update minggu ini.
- Bila saya sempat
- Bila saya ingat
- Bila saya berniat



Terima kasih kepada semua orang yang masih meng-klik alamat Blog ini meski blog ini tiada pernah ter-update sejak bulan Juli kemarin

23 July 2007

Curhat Kebuntuan Saya

Ada sebuah pertanyaan yang beberapa kali diajukan ke saya, pertanyaan sederhana yang bisa menjadi serius atau bisa juga menjadi sekedar pertanyaan iseng. Pertanyaannya adalah " Apa yang akan kamu lakukan bila esok pagi adalah hari terakhir dalam hidupmu?" kurang lebih begitulah pertanyaannya.

Biasanya jawaban saya tidak jauh dari pergi keujung dunia atau semacamnya, intinya adalah pergi menuju tempat terjauh yang bisa saya capai. Beberapa orang lain punya jawaban yang berbeda, mulai dari menemui seluruh keluarganya, minta maaf ke semua orang, minta ampun ke Tuhan atau bahkan hal-hal lain yang lebih nggak jelas. Beberapa waktu yang lalu saya menemukan seseorang yang memberikan jawaban yang (mungkin) jarang terpikirkan oleh orang lain. Jawabannya adalah"...mencari dan mencoba segala kemungkinan agar besok tidak menjadi hari terakhir"

Jawaban ini mengingatkan saya pada sebuah joke yang mengisahkan seorang pasien yang diberitahu oleh dokternya bahwa usianya tinggal seminggu lagi, teman-temannya menganjurkan berbagai macam hal, ada yang menyuruhnya menghabiskan hidupnya dengan berdoa, ada yang justru menyuruh bersenang-senang, ada juga yang menganjurkan agar ia melewatkan waktu dengan keluarganya. Dia selalu menceritakan hal ini kepada siapa saja yang ditemuinya, di kantor, di cafe, dan semua orang memberikan saran yang serupa, hingga pada hari terakhir ada seseorang yang iseng berkata "...kenapa tidak coba dokter lain saja?"



Ketika kita menghadapi sebuah jalan buntu maka biasanya kita akan berhenti sebelum menabrak penghalang atau kebuntuan tersebut. Mungkin kita berhenti karena kita tahu bahwa tidak mungkin melewati penghalang tersebut, mungkin juga kita berhenti untuk memikirkan alternatif lain dalam melewati penghalang tersebut, atau mungkin juga kita berhenti karena kita sadar dengan batas dari diri kita.

Saya sering berhenti, bahkan ketika kebuntuan itu baru sebatas tanda-tanda.

Bila diumpamakan dengan sebuah jalan, maka ketika di awal jalan tersebut ada tulisan "Jalan Buntu" kemungkinan besar saya akan mengurungkan niat untuk melewati jalan tersebut. Entah kenapa secara tidak sadar saya akan menghentikan langkah saya atau bahkan menghindari ketika menemui jalan-jalan buntu ini. Mungkin saya takut atau mungkin juga saya malas menghadapi kebuntuan, menghadapi penolakan, menghadapi sesuatu yang tidak saya ketahui. Saya takut menghadapi batas imaginer saya, seakan-akan saya akan jatuh ke jurang jika melewati batas itu.

Saya sudah lupa bagaimana puasnya ketika mampu melewati batasan itu, saya lupa dengan kenikmatan ketika memburu puncak yang lebih tinggi, saya lupa debaran ketika mencoba menantang sesuatu hal yang bagi sebagian orang tidak mungkin. Ya, saya lupa semua itu, padahal dulu dengan bangga saya selalu mengutip kata-kata Napoleon "Sulit memang, tapi bukan tidak mungkin".


Sekarang saya menjadi tidak bisa membedakan antara sulit dan tidak mungkin.
---------------------------------------------------------------------------

Semoga sebelum bulan kedelapan berakhir kebuntuan ini terpecahkan



12 July 2007

Kapan Jusuf Kalla bisa seperti Jarwo Kuwat

Postingan kali ini masih juga bernada sedih, atau mungkin lebih tepat kecewa. Yang pasti bukan kecewa pada Timnas kita, wong mereka sukses menyarangkan 2 buah gol di gawang Bahrain kok. Kekecewaan ini menguat setelah membaca Kompas hari Sabtu atau Minggu kemarin, agak kurang jelas harinya sebab keduanya saya baca hari Minggu sore. Di salah satu berita yang dimuat disana ada yang bikin minggu sore saya menyebalkan, yaitu soal pembelaan JK mengenai Ujian Nasional yang disampaikannya di salah satu universitas.

Sejak awal si JK ini memang keukeuh dengan soal ujian ini, dengan alasan bahwa ujian ini penting fungsinya dalam dunia pendidikan kita sebab dengan pemberlakuan standar dan kenaikan standar setiap tahunnya maka mutu pendidikan kita akan semakin baik. Dan seakan belum cukup, masih ditambahkan lagi kalimat yang bunyinya kira-kira seperti ini "...lebih baik 100 anak stress daripada sejuta anak bodoh". Wow...fantastis, padahal UAN belum tentu membuat mereka pandai tapi kalau stress pasti, lantas kok bisa JK membuat komparasi seperti itu? Lagipula bukankah siswa yang tidak lulus itu juga bagian dari tanggung jawab sistem pendidikan, kok lantas mereka diperlakukan seperti tumbal dengan menganggap tidak masalah beberapa nggak lulus yang penting target standar nilai UAN terpenuhi.

Mungkin kalimat diatas muncul tanpa sadar atau muncul secara spontan, tapi bukankah ini mengerikan? Ya menurut saya ini mengerikan, sebab ini adalah cara perhitungan dagang, cara berhitung yang saya pikir khas para pemilik modal. Tidak masalah mengorbankan sebagian kecil untuk mendapatkan hasil yang besar. JK memang sering menggunakan perhitungan semacam ini, jumlah siswa yang tidak lulus, jumlah orang miskin, jumlah pengangguran, semuanya dipandang dalam persentase, dalam perbandingan dimana 2,5 juta orang hanyalah bernilai kurang dari 1% penduduk negeri ini (dan ini menjadikan mereka tidak penting buat JK). Hal ini juga mengingatkan saya pada contoh ekstrim macam film action amerika, dimana seringkali untuk melumpuhkan penjahat harus mengorbankan banyak nyawa, belum lagi mobil, fasilitas umum, tempat tinggal penduduk bahkan sayur mayur. Mengorbankan 400 nyawa dianggap layak untuk menyelamatkan 5000 penduduk atau keluarga presiden, yah... meskipun biasanya para hero mereka selalu bisa menggagalkan niat sang penjahat (meski juga dengan perngorbanan beberapa nyawa).

Bayangkanlah bila perhitungan semacam ini diterapkan pada pendidikan.

--------------------------------------------------------------------


(ruang diatas sengaja untuk memberi jeda agar anda sempat membayangkan)

Dengan adanya standar maka semua siswa diukur dengan satu acuan, dengan sebuah perhitungan matematis dimana semua orang diharapkan mencapai batasan yang sama, sebuah nilai minimal yang menentukan tingkatan seorang manusia. Rasanya semakin merinding saya. Bukankah ini menjadi mirip sebuah pasar, semua siswa dinilai dengan standar, sama halnya dengan semua barang yang dinilai dengan rupiah. Padahal nilai seorang siswa jelas bukan cuma soal kemampuannya menghitung trigonometri ataupun menjelaskan hukum Pascall. UAN menyebabkan para siswa kelimpungan mengejar angka, yang lebih di otak ya belajar, yang lebih di uang ya membeli, yang lebih di kuasa ya kolusi, yang lebih di hati mungkin tinggal berharap pada Tuhan dan gigit jari.

Seperti juga dinyatakan oleh JK bahwa para siswa belajar giat karena takut tidak lulus, maka ini menunjukkan bahwa kita bersekolah demi sebuah kelulusan, demi ijazah. Mungkin bersekolah untuk mencari ilmu memang cuma slogan.

Mereka yang tidak lulus mungkin memang bodoh, tapi apakah mereka memang masa bodoh? Memang banyak anak yang malas belajar, banyak yang tidak peduli apa yang diajarkan oleh guru mereka, tapi perlu diingat bahwa banyak juga yang menjadi bodoh karena keadaan, karena tidak punya waktu belajar, karena sekolahnya tidak layak untuk belajar, karena gurunya tidak bisa ngajar. Ada banyak sekali penyebab tidak lulusnya seorang siswa.

Lagipula rasanya sudah jadi kebiasaan buat JK untuk ngomong dulu, soal bukti nanti saja. Sudah banyak janji yang terlontar mulai dari soal gempa di Jogja hingga ke berbagai hal lain yang realisasinya tak kunjung tiba.

Kapan yah JK bisa seperti Jarwo Kuat yang komentarnya bisa bikin hati ketawa dan bukannya malah panas, kapan yah JK bisa berhenti berpikir ala pedagang biar bisa berpikir dan bertindak selayaknya seorang pendamping presiden, kapan.......yah???



NB : Meskipun begitu perlu saya tambahkan sedikit berita (semoga) baik. Yaitu tentang akan diterapkannya sistem penilaian berdasarkan kompetensi. Berarti ada harapan bahwa ijazah tidak akan lagi terlalu didewakan, dan sekecil apapun sebuah harapan tetap harapan.

09 July 2007

Kehidupan yang Adil dan Beradab

Beberapa hari yang lalu ada berita yang mengejutkan sekaligus menyedihkan, bukan soal kecelakaan bis pariwisata sekolah ataupun meninggalnya beberapa anak di gunung Salak, berita kematian adalah hal yang wajar. Berita yang menyedihkan, meskipun juga sudah dianggap wajar, adalah mengenai dihukumnya 2 orang yang (mungkin) mencuri 10kg bawang seharga Rp.60.000.
(http://www.kompas.com/kompas-cetak/0707/06/metro/3664672.htm)

Kalau anda bukan tidak up to date dengan berita macam begini mungkin anda heran, apa istimewanya berita seperti ini hingga disebut menyedihkan? bukankah tiap hari selalu ada berita semacam ini. Bagian menyedihkannya adalah pada vonis halim sebesar 8 bulan untuk mereka ini, sedangkan pada hari yang bersamaan ada beberapa koruptor dengan nilai hasil korupsi sekitar 14 Milliar mendapat vonis 1,5 tahun.
(http://www.kompas.com/kompas-cetak/0707/06/metro/3664833.htm)

Hal ini memang bukan barang baru di dunia peradilan kita, bahkan saking seringnya hal ini nyaris dianggap kesalah-kaprahan yang wajar.

Buat sebagian orang hal ini pasti mengusik rasa keadilan, banyak orang yang bakal mempertanyakan keadilan pada hukum dan sistem peradilan kita, dan pasti banyak juga orang yang tidak terima dengan hal diatas. Keadilan memang sesuatu yang absurd, (sesuatu yang mustahil atau membuat tertawa), nyaris tidak bisa ditentukan standar yang tepat untuk keadilan.

Mungkin buat anda yang bukan anak tunggal pernah merasa mendapat perlakuan tidak adil, mungkin karena adik atau kakak anda mendapat uang saku lebih banyak ataupun karena anda merasa orang tua anda lebih sayang pada kakak atau adik anda. Bisa jadi rasa tidak adil ini muncul ketika anda bersekolah, mungkin teman anda lebih disayang guru ataupun karena teman anda mendapat kesempatan yang tidak anda dapatkan. Bahkan setelah anda bekerja ketidakadilan mungkin masih terus ada, teman anda lebih cepat naik pangkat ataupun mendapat gaji yang lebih tinggi adalah sebagian kecil hal yang membuat anda merasa bahwa hidup tidak adil.

Adilkah hidup?

Biasanya sih tidak, terutama bila kita yang menentukan standar. Dalam menilai keadilan bagi diri sendiri kita mungkin akan menetapkan standar yang berbeda dengan bila kita menilai keadilan bagi orang lain. Apalagi bila orang lain mendapatkan sesuatu yang lebih baik daripada kita. Kadang hidup menjadi tidak adil juga karena kita berusaha menilai keadilan yang begitu luas ini dengan standar dan perspektif kita yang sempit ini. Adil jelas bukan berarti semuanya mendapatkan yang sama, akan tetapi tidak mendapat yang sama atau sebanding juga kita anggap tidak adil. Ya itulah yang dinamakan absurd.

Beberapa kali orang-orang di dekat saya curhat karena merasa mendapat perlakuan tidak adil, mulai dari perlakuan atasan di kantor yang cenderung memilih berdasarkan tampang atau kedekatan personal daripada kemampuan, ataupun merasa tidak adil karena teman si kawan tidak mau dititipi absen padahal sering nitip absen, ke soal sang ortu yang sering pilih kasih, hingga saya sendiri yang merasa tidak adil saat motor saya yang kemalingan padahal teman sayalah yang sering malas mengunci pagar.

Bahkan bila keadilan itu menyangkut Tuhan, kita juga sering merasa tidak adil ketika orang yang kita anggap baik mati cepat sedang ada banyak penjahat yang panjang umur. Atau bisa juga kita merasa tidak adil ketika banyak orang kecil menderita karena bencana alam sedangkan orang-orang kaya yang duitnya nggak jelas darimana asalnya malah hidup tenang di kota.


Keadilan mungkin memang bukan untuk dibicarakan, mungkin kita memang cuma bisa berusaha berlaku adil sambil berharap kita juga akan diperlakukan adil. Kalau toh kita tidak langsung mendapatkan keadilan, suatu saat kita pasti akan mendapat balasan dari apa yang telah kita perbuat untuk yang baik ataupun yang buruk. Ya, ini berlaku untuk setiap orang, baik yang percaya ataupun tidak. Untuk penutup posting kali ini mungkin lirik lagu mas Iwan terasa pas.



Di negeri ini apa saja bisa terjadi
Untuk mendapatkan keadilan
Kalau perlu membeli

Yang hitam bisa menjadi putih
Yang putih pun begitu
Terhadap yang benar saja sewenang wenang
Apalagi yang salah

Sebenarnya ini cerita lama
Tapi nyatanya sampai kini
Masih sama

Banyak pengacara berjaya karenanya
Pengangguran banyak acara itulah dia
Tekak tekuk hukum sudah menahun
Pengadilan bagai sarang para penyamun

Hukum mudah dipermainkan
Pasal pasalnya mulur mungkrek
Sampai kapan ini berjalan
Kok semakin hari bertambah ruwet

Kalau mau menang harus punya uang
Yang bokek tak masuk hitungan

07 July 2007

GiGi

Gigi merupakan salah satu perangkat keras dari tubuh kita yang memiliki aneka rupa fungsi penting dalam kehidupan kita. Benda ini dilapisi oleh email yang menjaga struktur gigi agar tidak berlubang, sedangkan bagian akarnya tertanam didalam gusi. Fungsi utamanya adalah menggigit, merobek dan mengunyah makanan, sedang fungsi sampingannya mulai dari pembuka tutup botol, perobek bungkus makanan, alternatif praktis dari pisau lipat dan bahkan sebagai senjata pada hewan karnivora. Dan itu baru fungsi pada saat pemiliknya masih hidup, setelah sang pemilik gigi kehilangan nyawa, gigi (atau lebih tepatnya susunan gigi) juga bisa berfungsi sebagai pengganti kartu identitas (praktis yah).

Dengan begitu banyak pengaruh yang ditimbulkannya dalam hidup kita maka wajar bila benda yang satu ini menjadi begitu penting keberadaannya, bahkan saking pentingnya banyak juga orang-orang yang memalsukan dan memperjual-belikannya. Untungnya hal ini tidak melanggar hukum. Layanan jasa bagi benda ini pun banyak bertebaran, mulai dari pasta gigi, sikat gigi, kawat gigi, dan yang pasti dokter gigi. Anehnya meski kita begitu membutuhkan hal-hal tersebut untuk merawat atau memperbaiki benda ini, kita sering juga tidak peduli dengan kesehatan atau keadaannya.

Saya memang bukan orang yang cukup rajin dalam merawat gigi, mulai dari sekedar malas menggosok gigi sebelum tidur hingga ogah ke dokter gigi. Hingga akhirnya beberapa gigi belakang saya berlubang. Meski telah mengetahui hal ini saya masih juga belum memutuskan ke dokter gigi, bahkan hinga berkali-kali gigi saya terasa sangat sakitpun saya masih berusaha menghindari dokter gigi. Yang pasti alasan saya enggan ke dokter gigi bukan karena terpengaruh Mao Zedhong yang juga menolak ke dokter gigi dengan alasan "...harimau juga tidak pernah ke dokter gigi, tapi mereka tetap bisa makan daging". Saya enggan ke dokter gigi karena saya merasa ngeri atau takut ada seseorang yang melakukan sesuatu pada tubuh saya diluar penglihatan saya, tapi pada akhirnya saya toh harus menghadapinya juga.

Setelah beberapa kali batal ke dokter gigi, akhirnya masuk juga saya ke ruangan dokter gigi di RS Boromeus ini, setelah sedikit penjelasan saya langsung didudukkan di kursi periksa. Reaksi pertama si dokter setelah melihat gigi saya jelas tidak menyenangkan bagi kedua belah pihak. Tidak menyenangkan buat si dokter karena mencabut gigi saya ini pasti tidak mudah, begitupun buat saya, tidak mudah berarti lebih sakit, lebih lama, dan juga lebih mengerikan.

Proses Pencabutan Gigi

Dan dimulailah prosesi cabut gigi (yang sudah tinggal setengah) ini, yang pertama-tama dilakukan adalah membersihkan karang gigi. Menurut pak dokter, karang gigi ini terbentuk karena gigi saya ini jarang saya gunakan untuk mengunyah. Hal ini jelas saya benarkan, lha bagaimana mau mengunyah wong kemasukan sebutir nasi saja rasanya nggak karu-karuan.

Setelah dibersihkan maka yang berikutnya adalah menyuntikkan bius di gusi saya, sekitar 3-4 kali kalau tidak salah, sempat terpikir bahwa ini bakal sakit, ternyata masih tidak seberapa. Setelah disuntikkan bius maka daerah sekitar gusi terasa menebal disertai adanya cairan yang cukup pahit.

Umumnya setelah dilakukan pembiusan maka gigi bisa langsung dicabut setelah membuat beberapa irisan, diungkit dan kemudian ditarik. Akan tetapi pada kasus saya dimana bagian gigi tampak yang tersisa tinggal sedikit maka prosesnya menjadi lebih panjang. (dan juga lebih menyakitkan) Jadi setelah pembiusan maka gigi saya harus dibelah, maka di-bor-lah gigi saya untuk mempermudah pencabutan akarnya. Asal anda tahu, saya pernah batal ke dokter gigi gara-gara suara bor ini (padahal saya sudah terlanjur antri), dan sekarang benda itu ada didalam mulut saya lengkap dengan bunyi ngiiiiing.........!!!! bercampur dengan bau hangus, soal rasa sakit sebenarnya nyaris tidak terasa cuma ngerinya itu yang tak tertahankan.

Sambil dibor rontokan gigi saya diambil dengan pinset, kemudian pak dokter membelah akar gigi saya dan mencabutnya satu persatu. Ada 3 bagian seluruhnya, dan disini terjadi pengulangan proses-proses diatas, dibor, diungkit, ditarik, dibor lagi dan seterusnya. Disela-sela proses diatas sang dokter juga sempat bertanya kalau-kalu proses ini terasa sakit, yah dengan beberapa jari dan sebuah alat didalam mulut saya menurut anda bagaimana saya harus menjawabnya? jadi the show must go on

Akhirnya setelah proses beberapa puluh menit yang terasa bagai beberapa dasawarsa tadi usai dengan dicabutnya akar gigi yang terakhir. Bagian gusi yang berlubang kemudian ditutup dengan kapas, diberi resep antibiotik dan pereda rasa sakit, dilarang makan dan minum panas, serta dianjurkan untuk segera minum obat, dan selesailah prosesi ini.

Oh ya sebelum ditutup saya ingatkan sakit gigi nggak lebih baik daripada sakit hati, sueeer!!!

11 June 2007

Ngopi

"A man should like a coffe, hot, strong and litlle sweet"


Suka minum kopi? Saya suka, baik kopi hitam biasa ataupun yang plus jahe, juga kopi macam cappucino, moccachino, dan aneka varian lainnya. Kopi selain identik dengan pahit juga identik dengan sifat maskulin, demikian juga dengan rokok, bahkan salah satu merek rokok pernah punya tagline yang berbunyi "Musikku keras, Kopiku kental, Rokokku ....." (Saya lupa rokoknya, mungkin salah satu keluarga Gudang Garam"). Soal rokok tidak perlu dibahas karena selain sudah jelas-jelas tidak mendukung maskulinitas atawa kejantanan sepertinya kopi lebih menarik buat saya.

Dulunya kopi merupakan tanaman yang ekslusif. Ekslusifitas kopi bukan semata karena harga ataupun jumlah namun kopi juga sempat dianggap minuman terlarang karena efek yang ditimbulkannya. Di Arab, Makkah, Kairo dan Mesir majelis keagamaan sempat menetapkan larangan dalam untuk mengkonsumsi kopi, apalagi membuka warung kopi. Hingga akhirnya Sultan Selim I dari Kesultanan Utsmaniyah Turki menghilangkan larangan tersebut pada 1524. Bahkan meski pada wilayah Arab dan sekitarnya kopi sudah cukup tersebar, kopi masih merupakan bahan minuman ekslusif karena dilarang keluar dari wilayah Arab.

Orang Belanda lah yang sukses memnyebarluaskan (baca:menyelundupkan) kopi di Eropa. Mungkin hampir mirip dengan kasus Marco Polo yang juga menyelundupkan resep mie dari Cina. Dan ketika Belanda menjajah Indonesia maka disebarluaskanlah kopi di tanah jajahannya ini, yang ternyata cukup sukses. Kopi asal Arab yang tidak lagi tumbuh di Arab meski juga tidak bisa di Urap eh, sori, Kopi Arabika ini dibedakan jenisnya berdasar pelabuhan pengekspornya, dan dua pelabuhan yang kesohor adalah Jawa dan Mocha.

Di Indonesia sendiri ada berbagai kopi terkenal mulai dari daerah Sumatra, Jawa, dan kalau tidak salah (CMIIW) di Bali pun ada beberapa. Ada kopi Luwak, yaitu kopi yang telah dimakan oleh Luwak (Musang), akan tetapi karena pencernaan nya (nya=Luwak) tidak dapat memprosesnya maka biji kopi ini dikeluarkan bersama kotoran masih dalam bentuk biji kopi. Setelah kotoran luwak (yang mengandung biji kopi) ini dikumpulkan dan dijemur hingga kering dan kemudian dipisahkan antara biji kopi dan kotoran luwak maka biji kopi ini siap diproses lebih lanjut untuk menjadi kopi bubuk. Meski bukan pakar dalam merasakan kopi tapi menurut saya kopi ini punya wangi yang khas, mungkin karena biji kopinya pasti yang sudah memiliki tingkat kematangan yang bagus ditambah lagi dihangatkan dalam perut Luwak ^_^

Ada juga kopi jos, kopi yang satu ini asal kota Jogeja (Baca:Yogya) yaitu kopi didalam gelas yang kemudian ditambahkan sepotong arang yang masih menyala sehingga akan menghasilkan bunyi Jossshhh.... Menurut penjualnya sih bisa untuk menghilangkan
masuk angin. Jadi sembari melahap jajanan menyeruput kopi jadi maki jos ^_^



Kopi dan suasana

Menurut saya kopi itu identik dengan suasana santai, mulai dari cafe, warung kopi, atau bahkan kopi buatan sendiri, seringkali kopi dinikmati dengan santai, dengan mat, tanpa ada rasa terburu-buru bahkan jauh dari kesan resmi. Selain karena efek dari kafein yang memang membuat otak kita bereaksi menjadi lebih santai minum kopi buru-buru juga nggak seru kan apalagi waktu masih panas.

Meskipun starbucks dan cafe-cafe semacamnya juga menyajikan kopi namun jelas tetap beda dengan warung kopi pinggir jalan. Nggak cuma soal harga, gelas atau tempat duduk tapi yang lebih penting adalah suasana. Mungkin bolehlah anda sebut saya kampungan tapi saya tetap merasa bahwa cafe bukan tempat santai buat saya, seratus persen (bolehlah kurang dikit) saya lebih pilih nangkring atawa lesehan di warung kopi. Di warung kopi anda nggak perlu jaim, nggak perlu takut gengsi, nggak perlu dipusingkan apakah anda orang kantoran atau pengangguran anda berhak dan boleh ngopi di warung kopi (dengan catatan tetap bayar atau dibayari)

Diwarung kopi anda juga boleh ngomong apa saja, mulai dari politik sampe rekan anda yang selingkuh. Apalagi sambil ngobrol dengan penjualnya anda mungkin akan mendapatkan berbagai gosip terbaru yang tidak ditayangkan di infotaiment ^_^ Warung kopi memang bukan sekedar sarana memenuhi kebutuhan fisik tapi juga kebutuhan sosial dan sekaligus sarana relaksasi. Di warung kopi anda juga bisa berlama-lama meski cuma membeli segelas kopi, yah setidaknya di warung kopi dekat rumah saya begitu ^_^ mulai malam hingga pagi dilewatkan dengan segelas kopi dan satu dua jajanan ringan, toh si penjual tetap bertahan berjualan (entah karena tidak ada pilihan atau memang masih bisa untung lewat harga kopi dan jajanan yang tidak seberapa itu)

Sayang di Bandung saya belum bisa menemukan tempat ngopi yang asik, yang bukan tempat nampang, yang bisa santai meski cuma beli kopi segelas, yang.....Huuuaaaahhhhmmmm.....Bye..Z_Z zzzzzZZZzzzZZZ

14 May 2007

600Km plus Menuju Rumah

Akhirnya blog ini punya fasilitas Labels, berarti anda bisa menemukan posting berdasarkan topik atau label tertentu. Akan tetapi, tetapi akan, ada satu hal yang bikin saya malu, setelah diberi label ternyata posting mengenai perjalanan atawa journey kok cuma 6 ekor, padahal waktu saya memulai blog ini dengan gagah berani saya beri judul "The Journey Begins" ^_^ Alhasil saya jadi merasa punya hutang untuk memperbanyak postingan mengenai catatan perjalanan saya. Berikut ini adalah perjalanan saya pulang ke rumah yang dikarenakan dilakukan pada saat menjelang lebaran maka lebih asyik disebut mudik.


Awalnya...

Awalnya biasa saja, eh bukan awalnya tentu saja niat sedari dahulu kala untuk berkendara dari Bandung ke Madiun, sayangnya motor Yamaha Alfa 1989 jelas bukan pilihan tepat sebagai partner melintasi aspal sepanjang 600 Kilometer. Hingga akhirnya motor tersebut dipensiunkan dan tugasnya digantikan oleh Honda GLMax. Bukan hal yang mudah buat saya untuk berpindah ke lain tunggangan, bagaimanapun bersama Alfa saya telah menempuh beribu kilo dan beratus putaran jarum jam, mungkin lebih.

Bagaimanapun akhirnya saya berganti motor juga, dan saat itulah saya memutuskan bahwa suatu saat saya harus bisa pulang dengan motor ini. Akhirnya kesempatan itu tiba ketika seorang teman menawarkan diri, atau lebih tepatnya sebuah basa-basi yang saya tanggapi dengan sangat serius, untuk mudik dengan berkendara. Dengan segenap tenaga sepenuh jiwa saya segera menyiapkan rencana untuk pulang dengan berkendara, namun rencana tinggal rencana, jadwal libur yang berbeda memaksa saya pulang dua hari menjelang lebaran.


Rencana berubah

Perjalanan yang seharusnya menjadi sebuah kesempatan bagi saya untuk mempelajari medan, jarak tempuh dan kondisi jalan tiba-tiba berubah menjadi semacam ujian mendadak. Oke, hidup memang tidak selalu berjalan sesuai rencana tapi tanpa rencana bukan berarti tanpa persiapan.

Dalam setiap perjalanan yang paling penting kita ketahui tentu jalannya, setidaknya kita tahu akan menuju kemana kita, apa yang akan kita lewati, dan setidaknya juga pengetahuan singkat tentang perjalanan itu. Browsing dan googling di internet, cari peta perjalanan, biasanya menjelang mudik lebaran banyak beredar peta jalan lengkap dengan jalur alternatif dan info lainnya. Tanya ke semua orang "Tahu jalan kalau mau ke Jogja nggak?" biasanya dijawab "Wah nggak tahu, kenapa?" atau "Ke arah timur mas" duh....

Berangkat!

Sengaja saya niatkan untuk tidur sejak sore, maksudnya ketika subuh nanti saya berangkat saya sudah cukup istirahat, tapi justru saya tidak bisa tidur. Mungkin mirip dengan anak kecil yang besok paginya mau berangkat darmawisata SD. Dalam kondisi setengah tidur (tidur kok setengah) aneka rupa pikiran melintas, cemas, gembira, ragu-ragu dan aneka rupa bayangan bikin otak saya terus beraktifitas. Jam 2 seiring dengan panggilan sahur dari masjid sebelah kamar, saya bangun, mengecek sekilas tas dan bawaan saya yang lain dan kemudian berangkat....menuju warung buat beli sahur.

Duh ternyata ibu warung yang orang Tegal sudah mudik duluan, untung di warung satunya yang pemiliknya orang Bandung masih buka. Makan, mandi dan aneka rupa persiapan lain sudah dilakukan, jam masih menunjukkan pukul 03.15 pagi. Sempat terpikir untuk segera berangkat, tapi seperti biasa pada saat-saat saya melakukan perjalanan ada kecenderungan untuk menjadi lebih alim, jadi saya tunggu adzan subuh, sholat, dan langsung berangkat.


Awal perjalanan

Sambil meluncur dengan gigi netral saya memainkan gas perlahan, memanaskan mesin, menyatukan perasaan, menyelaraskan harmoni (halaaah...) Point awal tentu saja terminal Cicaheum, dengan harapan kalaupun saya tidak yakin dengan rute saya, saya masih bisa mengacu pada jalur bis antar propinsi. Seperti yang saya duga terminal Cicaheum dipenuhi oleh para mudikers atawa para pemudik, sebuah bis jurusan Jogjakarta melaju di kejauhan, segera saja saya kejar, saya dahului dan mengejar bis lain lagi didepannya, terus dan terus hingga membawa saya melintasi Cibiru, keluar dari wilayah kota Bandung. Melintasi Sumedang, melintasi jajaran penjual tahu Sumedang di sepanjang tepian jalan.

Saya lebih sering pulang dengan menggunakan jasa kereta api dan hanya sekali menggunakan bus. Maka berangkat dari pengalaman yang cuma sekali itu maka saya tetapkan point berikutnya adalah Purwokerto. Matahari sudah mulai bersinar ketika saya meninggalkan kota ini, silau! Sepanjang perjalanan saya mencoba menikmati perjalanan meski seringkali perasaan takut kesasar menggelitik saya tetap (mencoba) yakin dengan setiap jalan yang saya pilih.

Dengan tetap mengacu pada jalur utama dan menghindari jalur alternatif motor saya pacu pada kecepatan standar 60km/jam sambil sesekali mencari-cari bus jurusan Purwokerto. Sempat juga melewati Jatiwangi, kalau tidak salah disini merupakan daerah yang terkenal dengan produksi gentengnya (kayaknya pernah disinggung di kuliah bahan bangunan) lalu meluncur ke daerah Palimanan. 3 jam berkendara ditambah mulai jarangnya penunjuk jalan membuat saya memutuskan untuk berhenti. Sebuah warung yang didepannya penuh truk-truk besar (kalau nggak besar namanya trik) menjadi pilihan untuk rehat sejenak. Di seberang warung saya duduk di tepi jalan, sambil bersandar dipohon dan mengecek ulang peta, kalau sekarang bukan waktu puasa maka ke warung sambil ngobrol dengan para supir truk adalah pilihan yang bagus. Dengan sikap yang baik dan tawaran rokok anda bisa mendapat informasi yang menarik mulai dari kondisi jalan hingga berbagai informasi tambahan lainnya.


Setelah 15 menit berhenti, motor kembali dinyalakan (emang kompor?). Jalanan mulai terasa ramai, panas mulai menyengat padahal belum genap pukul sembilan pagi. Point acuan berikutnya adalah Brebes, dengan sedikit (maaf) meraba-raba kondisi jalan, saya mulai ingat bahwa saya pernah melewati jalan ini sewaktu naik bus. Merasa yakin saya langsung tancap gas, apalagi pada penunjuk jalan terlihat bahwa Brebes sudah cukup dekat. Yeahhh...Priiitttt!!!!! Lho? Waduh saya pikir pasti polisi nih, dengan sigap gempita saya langsung bertanya

Saya : "Ada apa pak?!"
Pak P: "Maaf mas, dilarang masuk jalur ini"
Saya : "Lho?! Kenapa pak?" (masih emosi)
Pak P: "Soalnya ini jalan tol mas, hanya boleh buat kendaraan beroda empat atau lebih"
Saya : "he? (dengan tampang yang bodoh dan malu sekali) terus saya lewat mana pak?"
Pak P: "Mas muter dikit aja terus lewat jalan yang lurus"

Duh rasanya malu tiada kepalang, untungnya yang memberhentikan saya tadi adalah petugas pengawas jalan TOL. Sambil nyengir saya memutar dan mengambil jalur normal, ah biarlah pikir saya toh besok juga belum tentu bertemu lagi ^_^

Akhirnya sampai juga di terminal Brebes, kondisi jalan yang padat merayap membuat saya memilih untuk menepi, sembari menyaksikan penumpang dan calon penumpang berdesakan di mulut terminal sempat juga melayangkan pandang ke sekitar terminal, banyak penjual telor asin dan pindang telor. Merasa yakin bahwa kemacetan ini masih akan berlanjut lama saya starter motor dan meluncur ke Tegal.

Daerah Brebes dan Tegal adalah daerah tepi Pantura jadi aroma asin (laut! bukan keringet saya) tercium di sepanjang perjalanan. Masuk Tegal langsung keluar lagi ke arah selatan menuju Slawi di daerah ini banyak terdapat penjual teh poci (teh dalam cerek kecil, terbuat dari tanah liat), baik tehnya saja maupun teh dan pocinya. Banyak orang yang meyakini khasiat teh ini untuk kesehatan. Selain karena teh merupakan minuman yang banyak memberikan manfaat kesehatan, gula batu juga baik untuk mereka yang harus mengurangi konsumsi gula. Bahkan karena khasiatnya teh wasgitel (wangi, panas, sepet, legi, kenthel) ini maka sempat pula muncul ungkapan seperti ini.

Teh poci gula batu, sampai pagi juga mampu

Mampu nge-teh maksudnya ^_^

Dari Slawi terus ke selatan hingga memasuki wilayah Bumiayu, dan terus berlanjut hingga ke Ajibarang. Seharusnya dari Ajibarang bisa langsung ke timur untuk mencapai Purwokerto, namun dengan insting ala kadarnya saya justru berbelok ke Wangon baru kemudian ke Purwokerto, nggak masalah ^_^ Di Wangon ini sempat berhenti untuk sholat Duhur dan sekalian Ashar di sebuah musholla milik sebuah SPBU, sempat ngobrol juga dengan seorang pengendara yang hendak menuju Purwokerto.

Dari Purwokerto bila hendak menuju Jogjakarta maka normalnya perjalanan diarahkan ke Kebumen, Purworejo, Sleman Dst hingga ke Jogja. Namun apa daya saya justru menuju Semarang, tentu saja ini bukan karena nilai Geografi saya yang tidak pernah lebih dari 9 terbalik melainkan karena Kebumen itu di utara dan Wonosobo itu di selatan.

Semarang, aku dataaaang!!

Purbalingga dan Banjarnegara jelas beda dengan Probolinggo dan Bojonegoro, tapi itu tidak penting, setelah melintasi kedua daerah diatas saya melintasi Wonosobo yang terkenal dengan dataran tinggi Dieng. Mungkin di lain kesempatan saya akan mencoba lagi kesini untuk menyaksikan telaga warna dan menyaksikan tanah para dewa ("Di" yang berarti "tempat" atau "gunung" dan "Hyang" yang bermakna dewa). Sambil sedikit menyerempet tepian Semarang dan merasakan panasnya saya kembali mengarah ke selatan.

Matahari sudah bersiap untuk terbenam ketika saya keluar dari Ungaran, memasuki Salatiga langit sudah tidak bisa dibilang merah meski maghrib belum tiba. Selintas muncul nostalgi waktu dulu di Merbabu. Disini saya mulai memacu motor sedikit kencang, selain sudah cukup kenal dengan rute menuju Solo rasa enggan untuk melintasi hutan di Mantingan pada malam hari membuat saya memilih untuk berkendara lebih cepat.

Begitu masuk Solo saya mulai sadar bahwa melintasi Mantingan pada malam hari memang tak terelakkan, akhirnya saya memilih berhenti dan minum Pocari untuk berbuka. Yang pasti bukan karena minum Pocari lantas saya punya ide untuk pulang ke Madiun lewat Cemoro Sewu. Maka sambil mengisi bensin ala kadarnya saya mencoba bertanya kemana jalur menuju Cemoro Sewu. Dalam bayangan saya kalaupun saya kemalaman di tengah jalan saya toh masih bisa ngopi dan istirahat di Cemoro Sewu. Berada di kaki gunung Lawu menjadikan Cemoro Sewu sering dikunjungi pendaki.

Karanganyar, diantara dua jalur menuju Kebakkramat dan Karangpandan saya pilih Karangpandan. Merasa yakin dan percaya pada penunjuk jalan menuju Cemoro Kandang (Cemoro Kandang merupakan wilayah Jawa Tengah, sedang Cemoro Sewu merupakan wilayah Jawa Timur) saya tancap gas. Baru saja berjalan sepuluh menit saya putar balik arah motor. Bagaimana lagi wong jalannya makin kecil, masih ditambah harus melintasi jalan sepi nan gelap dekat sebuah rumah sakit pula. Uhhh....(Oke silahkan ditertawakan)

Akhirnya sebelum menuju Mantingan saya mampir di warung kopi, sambil menyeruput kopi dan ngobrol dengan si bapak pemilik warung (yg punya anak manis) saya mengunyah lombok lebih banyak dari tahu. Ya, tujuannya memang biar kepedasan, sebab dengan kepedasan maka konsentrasi saya meningkat (untung nggak sakit perut^_^). Berdasarkan informasi dari si bapak, jalanan bakal rame dan ini berarti akan banyak teman di perjalanan.

Selepas Isya saya meninggalkan warung kopi tersebut. Mendung membuat langit semakin gelap, saya kencangkan cover backpack saya, hujan bakal membuat jalur Mantingan makin sulit. Kendaraan masih cukup ramai, mulai dari kendaraan pribadi hingga bus, truk dan beberapa sepeda motor, lumayan juga meski harus memacu motor disela bus yang seringkali nekat banting kanan-kiri. Setengah perjalanan melintasi Mantingan hujan turun bagai ditumpahkan, memandang kedepan diantara dentuman hujan cuma lampu belakang mobil didepan yang bisa jadi acuan. Sialnya mobil dibelakang terus menggunakan lampu sorot (dim) dan benar-benar mengganggu saya hingga akhirnya spion saya tekuk ke bawah.

Hujan masih terus tumpah hingga akhirnya saya melihat tulisan "Selamat datang di Madiun" Laju motor mulai saya perlambat, capek, pantat kebawah mati rasa, wajah terasa panas oleh gempuran hujan, tangan kebas, tapi saya bahagia. Yesss....

Saya lupa berapa kilometer perjalanan hari itu, yang saya ingat total waktu tempuhnya 18 jam plus istirahat. Kecepatan terbaik saya dari sekitar 8 kali perjalanan Bandung Madiun PP adalah 8 jam untuk 600Km, dihitung mulai keluar kota Madiun hingga masuk ke Bandung. Oh ya jangan percaya kalau si Farhan bilang 500Km ga berasa, apapun motor anda 500km tetap berasa, buktikan ^_^.

09 May 2007

Piknik

Anda merasa kesulitan pada kegiatan yang bernama piknik? Jangan takut dan terburu-buru menyerah begitu saja. Di ruang yang ( semoga ) lucu ini kami mencoba membantu mempersulit lagi. Postingan dibawah ini mungkin bisa dijadikan pedoman seumur hidup, atau boleh juga dijadikan kamus tanpa katalog tapi bisa dibuka dan dibuang setiap saat.

Agar sebuah kegiatan yang kita beri nama piknik ini tidak menjadi sebuah kegiatan yang asal-asalan dan asal jadi apalagi asal muasal, maka kami akan memberikan definisi, batasan, tata cara dan aneka hal lain demi mendukung terlaksananya sebuah piknik.


Definisi :

Piknik artinya keluar rumah dengan niat mau piknik. Boleh berdua bertiga beramai-ramai atau bersatu. Boleh jadi anda cuma kebelakang yang berjarak sekian senti dari rumah anda. Akan tetapi bila hal ini dilakukan dengan niat piknik maka anda sudah sah melaksanakan piknik. Sebaliknya jika anda pergi ke Nyuyork (baca: New York), Sing'a'poo (Baca : Singapore) atau Kamerun tapi disana anda merasa mules-mules dan sakit perut maka itu bukan piknik, melainkan numpang sakit.

Aneka Rupa Piknik

A. Weekend yaitu piknik yang dilakukan pada akhir pekan. Jadi kalau anda mondar-mandir di depan rumah tetangga dari hari jumat sore sampai minggu pagi maka anda bisa dikatakan telah melakukan weekend picnic atawa piknik akhir pekan.

B. Camping (tanpa Compang), kegiatan yang dilakukan di alam terbuka dengan menggunakan tenda(camp). Hal ini bisa anda lakukan , dengan mendirikan tenda di tempat terbuka misalnya lapangan golf, lapangan parkir, bahkan di kebun singkong pun bolehlah.
Tapi ada juga tenda di alam terbuka yang tidak bisa dikatakan camping karena dibagian depan tenda itu ada tulisan sedia bubur kacang hijau, indomie rebus dan telor setengah matang.Camp konsentrasi juga bukan termasuk kegiatan camping tapi cuma kebingungan Hitler yang kurang kerjaan.

C. Hiking yaitu jenis piknik yang dilakukan dengan menggunakan kaki sebagai alat untuk berjalan jauh. piknik jenis ini sering dilakukan oleh para remaja yang suka berkhayal jadi petualang. Ciri-ciri orang yang lagi hiking, bawa tas ransel gedhe yang biasanya lebih suka disebut backpack atau carrier, tampang rada kucel, baju agak lusuh, dan bau keringatnya ....... (silahkan diisi sendiri), biasanya juga kaki kapalan dan jempol kakinya segede jahe


Persiapan Piknik

Sebelum piknik dilakukan adakan beberapa persiapan terlebih dahulu. Hal ini mutlak adanya karena kegiatan piknik harus didasari alasan yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan. Tanpa itu maka piknik tidak jauh berbeda dari kegiatan minggat, atau melarikan diri dari rumah mertua dan lain-lain perbuatan sia-sia.

Apa saja persiapan yang harus dilakukan :

A. Kerja berat
Dengan bekerja berat maka seluruh tubuh anda akan terasa lemah, letih lesu, dan kurang bertenaga. Maka piknik bisa menjadi sarana untuk mengembalikan atau mengisi ulang tenaga anda untuk kemudian dihabiskan lagi, diisi lagi, dihabiskan lagi dan seterusnya.

B. Sakit keras
Setelah sakit keras maka piknik akan terasa lebih nikmat, maka sebelum piknik silahkan anda memilih sakit keras yang sesuai dengan selera.

C. Rutinitas
Piknik juga merupakan sebuah selingan menyegarkan dari sebuah rutinitas. Setelah beberapa waktu didera kebosanan dan penderitaan tiada henti, surat-surat tagihan, deadline, dan memo-memo dari atasan maka sekarang adalah saat yang tepat untuk piknik



Perlengkapan pinik

Karena piknik adalah kegiatan untuk bersantai maka anda tidak perlu terlalu sibuk memikirkan apa yang akan dibawa, agar jangan sampai piknik anda gagal karena kebingungan membawa barang bawaan. Untuk mempermudah piknik anda maka bawaan anda cukup barang-barang yang bersifat praktis dan multifungsi semisal; kartu kredit, pisau lipat, tas punggung, kulkas, antena parabola, meja belajar dan helikopter puma.


Pantangan piknik

Ada hal-hal tertentu yang harus anda hindari bila anda ingin piknik anda berjalan dengan lancar selamat dan sentosa hingga akhir.

A. Membangun rumah : sangat tidak dianjurkan bila anda membangun rumah di tempat anda piknik akan tetapi bila anda piknik di rumah yang sedang dibangun ya silahkan saja.

B. Hilang di tempat piknik : selain merepotkan orang lain manfaat yang anda dapatkan pun tidak banyak, paling banter dimuat di televisi dan ditayangkan di koran. Bahkan ketika anda ditemukan sekalipun hal tersebut tidak akan menjadikan anda lebih terkenal daripada seekor badak yang ditemukan di Kalimantan. (YA, BADAK!)

C. Menebang pohon : masa harus dijelasin kenapa hal ini sebaiknya tidak dilakukan?

D. Diversifikasi usaha : membuka tambak udang misalnya


Kiat piknik supaya kerasan

Buat yang ingin merasa berada di alam bebas padahal malas keluar halaman rumah ataupun keadaan ekonomi yang seret atau karena memang tidak bisa meninggalkan halaman rumah jangan takut dan cemas, ada cara jitu untuk menyiasatinya. Gelar saja tikar di samping rumah, tempelkan lukisan atau wallpapar pemandangan alam, agar lebih terasa bisa ditambahkan ornamen tertentu, misalnya agar terasa seperti di Irian anda boleh pakai koteka atau bila ingin terasa seperti di Kalimantan maka tambahkan mandau, panah dan orang hutan. Mainkan juga lagu2 daerah tersebut, bila perlu. Sisanya ya silahkan improvisasi sendiri

16 April 2007

Pentingnya sikap manis pada pembantu manis

Pembantu, adalah manusia biasa, bukan makhluk halus apalagi binatang piaraan, tapi hingga kini kita masih sering mendengar adanya majikan yang tega berlakukan tidak senonoh atau sembarangan pada mereka. Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, bahkan yang paling kurang diingini sekalipun berikut adalah beberapa sikap jempolan yang dapat diterapgunakan (diterapkan dan digunakan)


Satu : Saat mereka hadir
Yang pertama harus anda lakukan setelah pembantu hadir di rumah anda adalah, berikan wejangan secukupnya perihal tugas dan tanggung jawabnya misalnya nyapu, nyuci, nyemprot tanaman, nyuapi, nyanyi dan nerima nyilpun. Sekalipun begitu, sebaiknya mereka juga tidak perlu mengerjakan hal yang terlalu pribadi soalnya bisa dianggap lancang ataupun kurang sopan

Dua : Kritik dan Pujian
Pembantu apapun sebutannya, PRT, Home Assistant, babu, pembokat, dll, dsb, dst, mereka juga manusia yang bekerja pada kita, kita membeli jasa mereka bukan membeli mereka. Jadi perlakukan mereka seperti seorang pegawai, adakalanya anda juga perlu memberikan penghargaan atau reward kepada mereka, tidak perlu memberi mereka sebuah apartemen mewah ataupun tiket gratis liburan ke Siberia, sedikit pujian bila mereka telah bekerja dengan baik adalah hal yang cukup bagus. Sebaliknya jika mereka membuat kesalahan sampaikan juga koreksi dan kritik anda dengan baik, perlu diingat, hindari hukuman fisik.

Tiga : Anda, Istri dan Pembantu
Selain soal puji memuji dan kritik mengkritik, ada hal lain yang juga harus anda waspadai, kadang dalam rumah tangga anda mungkin akan ada 'keributan' antara anda dengan istri, atau kadang juga anda memarahi anak anda karena kelalaiannya. Pastikan bahwa hal tersebut tidak dilakukan di depan pembantu anda.

Empat : Kebebasan yang Kau Berikan
Meskipun pembantu bukanlah sebuah pekerjaan 'resmi' dalam artian tidak memiliki jam kerja yang tetap, dan seringkali juga tidak ada standar gaji juga, bukan berarti anda lantas bebas memperlakukan mereka. Berikan mereka kebebasan secukupnya, mulai dari jam bebas atau mungkin juga hari libur secukupnya. Memberi mereka kebebasan juga bukan berarti lantas membiarkan mereka bertindak seenaknya, tetap harus ada batasan-batasan yang jelas jangan sampai mentang-mentang bebas lantas mereka juga bebas pakai telefon, memilih saluran televisi yang anda tonton, memilih mau tidur dimana, apalagi memilih jadi juragan

Lima : Ketika Mereka Sakit
Kadang pembantu juga bisa sakit, bila hal ini terjadi maka berikanlah mereka kesempatan untuk berobat. Jangan karena anda ingin irit maka anda obati sendiri (kecuali bila anda memang seorang dokter atawa dukun).

Enam : Makanan
Beberapa orang masih sering membeda-bedakan makanan antara pembantu dan dirinya, padahal tidak ada salahnya kan memberikan menu yang sama kecuali bila makanan tersebut dalam jumlah terbatas dan anda sendiri jarang merasakannya, duh....

Tujuh : Suruh Menyuruh
Pembantu memang boleh disebut pesuruh, karena mereka memang bisa disuruh-suruh. Menyuruh pun tidak boleh asal, selain harus disampaikan dengan baik perintah yang diberikan juga jangan sampai keluar dari job desc si pembantu, perhatikan juga batasan kemampuannya.

29 March 2007

Pelayanan Publik

Seminggu lebih sehari saya lewatkan di rumah, selain mengurus ATM yang patah tidak banyak hal lain yang saya kerjakan. Meski kegiatan saya tidak terlalu menarik untuk diceritakan akan ada banyak hal lain yang nantinya akan saya tulis disini. Sebelumnya saya pengen ngobrol soal pelayanan publik atawa public service. Alasan saya ingin ngobrol soal pelayanan publik disebabkan suatu hal yang terjadi sehari sebelum kepulangan saya, pada waktu itu saya baru saja pulang dari membeli tiket dan ditengah jalan saya melewati operasi lalu-lintas, sama seperti biasanya saya diberhentikan, diperiksa STNK dan SIM dan biasanya dipersilahkan untuk melanjutkan perjalanan, tapi hari ini sedikit berbeda. Setelah surat-surat diperiksa tidak segera dikembalikan seperti biasanya, pakPol masih sibuk mengamat-amati motor saya, dan kemudian belau eh beliau bilang bahwa TNKB saya tidak sesuai dengan ketentuan, tahu TNKB kan? masyarakat awam menyebutnya PLAT NOMOR.

Lho? ada apa ini? tanya saya dalam hati, padahal plat nomor saya adalah plat nomor standar, meski bukan buatan Ditlantas POLRI tapi plat nomor saya tidak menggunakan huruf tebal, huruf miring ataupun variasi lainnya. Karena tidak merasa salah saya langsung bertanya dimana kesalahan saya, jawab pakPOL "Ya ini TNKB-nya tidak standar, kalau bikin harusnya di SAMSAT, ya sudah ini saya tilang saja ya?! Kalau yang lain biasanya ditahan" sambil menunjuk beberapa motor lain yang berada didekat situ. LHO?!?! Padahal saya sudah berkali-kali melewati operasi lalu-lintas dan hal ini tidak dipermasalahkan, akhirnya karena saya malas berlama-lama saya bilang saja bahwa beberapa waktu yang lalu ditilang karena tidak memasang plat nomor dan kemudian disuruh oleh polisi yang menilang saya untuk membuat di tukang plat nomor pinggir jalan karena kalau harus menunggu di SAMSAT akan terlalu lama. Akhirnya setelah debat sebentar pakPOL tersebut mengembalikan surat-surat saya.

Jelas dari kejadian diatas ada banyak hal yang mengganggu pikiran saya, pertama soal penahanan motor, STNK saya ada dan asli jadi kalau toh ada pelanggaran maka yang ditahan seharusnya adalah SIM atau STNK saya. Yang kedua adalah kenapa plat nomor saya dikatakan tidak standar padahal ukurannya sudah merupakan standar, bentuk huruf dan angkanya jelas dan mudah terbaca (tidak buram atau terkelupas catnya).

Jadi bila alasannya adalah karena plat nomor saya bukan buatan/tidak memiliki cap DITLANTAS POLRI maka ini juga hal yang aneh, sebab kenapa tukang plat nomor boleh membuat atau memproduksi plat nomor, bukankah seharusnya kegiatan mereka dilarang karena termasuk pemalsuan. Sebagai contoh adalah SIM dan STNK, yang berhak menerbitkan surat ini adalah POLRI maka meskipun sebuah percetakan mampu membuat/memproduksi surat ini bila mereka melakukannya tanpa ada wewenang atau perintah dari POLRI maka kegiatan ini termasuk tindak kejahatan, hal yang sama juga berlaku untuk KTP. Nah apakah anda pernah melihat tukang plat nomor ditangkap karena mereka membuat plat nomor? Tidak? Saya sendiri juga tidak. Padahal tukang DVD bajakan saja kadang-kadang masih dikejar-kejar satpol PP atau polisi ^_^

*Sekedar info: Plat nomor cantik milik pejabat atau artis merupakan sebuah plat nomor dengan tarif pajak berbeda (Ssssstttt.....ini rahasia)

Okelah hal diatas kita anggap saja sebagai sebuah kewajaran, sebuah rahasia umum dan bila anda masih kurang terima dengan keadaan ini yah...ini Indonesia Bung ^_^ Jadi jika seandainya bila (duh....~_~;) saya kemudian berniat untuk membuat plat nomor di SAMSAT maka saya harus menuju ke kantor SAMSAT yang berada cukup jauh (padahal cuma 15km) dan kemudian berbagai urusan birokratif lainnya, dan beberapa hari kemudian (mungkin...) saya akan mendapat sepasang plat nomor.

Hal tersebut juga bisa anda bandingkan dengan kegiatan-kegiatan seperti pengurusan SIM, STNK, KTP, KK, Akte Kelahiran, Pembayaran pajak, dst, dsb, dll...Kegiatan-kegiatan tersebut seringkali tidak bisa diselesaikan dengan cepat, mudah dan menyenangkan, eh anda bisa membuatnya cepat dan mudah tapi tetap kurang menyenangkan kecuali bila anda tidak perlu berpikir tentang berapa uang yang harus anda keluarkan. Tentu saja hal-hal tadi seharusnya dapat menjadi lebih mudah meskipun akan sangat sulit untuk merubahnya menjadi menyenangkan.

Saya sering bertemu dengan pemilik toko (dan kadang juga pelayan toko) yang siap melayani keperluan kita dengan ramah dan baik sehingga urusan kita menjadi mudah dan menyenangkan. Mereka dapat melayani atau memberikan service dengan baik karena mereka merasa membutuhkan kita sebagai konsumen atau klien mereka, sebaliknya kita juga membutuhkan mereka, namun pada banyak hal lain keseimbangan ini seringkali terganggu. Kadang mereka lebih membutuhkan kita, tapi bisa juga kitalah yang lebih membutuhkan mereka baik karena terpaksa ataupun karena tidak ada pilihan lain.

Mendapatkan pelayanan publik seharusnya merupakan sebuah hak bagi kita selaku warga negara, nyatanya kita lebih sering dikejar-kejar peraturan yang seringkali justru mempersulit kita, belum lagi soal biaya, waktu dan birokrasi yang harus kita tempuh dalam mendapatkan pelayanan tersebut. Mungkin untuk beberapa hal kita masih bisa memberikan waktu lebih atau mengeluarkan lebih banyak uang, tapi harus sampai kapan terus begini? Entahlah, saya juga tidak bisa menjawabnya, sebab, jangankan saya yang berada dalam keadaan normal, masyarakat yang tertimpa bencana, warga miskin dan masih banyak lagi penghuni negeri ini yang tidak pernah mendapat pelayanan publik yang layak namun terus dikejar kewajiban publik.

Semoga Birokrasi tidak terus-terusan menjadi BureauCRAZY

08 March 2007

Privasi

Anda mungkin bukan seorang artis yang harus disibukkan oleh kejaran para penggemar anda, bisa juga anda bukan seorang pejabat yang harus menghindari kejaran wartawan, demonstran, atau tuntutan korupsi, anda mungkin hanya orang biasa dengan kehidupan yang biasa. Satu hal yang sama, siapapun anda, pasti anda membutuhkan privasi. Yah... kecuali anda sedikit 'berbeda' (orang gila dan eksibisionis termasuk didalamnya).

Privasi adalah sebuah keadaan yang membatasi kehidupan atau urusan personal sebuah individu dari publik. Secara hukum/konstitusi privasi dibatasi sekaligus dilindungi, dibatasi berarti ada hal tertentu yang bisa diketahui orang lain, identitas dalam KTP, SIM, laporan pajak, dan banyak lagi informasi lain. (Yang kadang kita manipulasi untuk kepentingan kita pribadi) Hayooo...!! siapa yang pernah nambahin umur biar bisa cepet dapat SIM ^_^ Sedangkan perlindungan privasi bisa berarti perlindungan terhadap informasi pribadi anda, misalnya anda bisa menuntut paparazi yang memotret dan menyebarluaskan foto anda tanpa ijin, atau juga terhadap tindak penipuan dengan mencatut data pribadi anda.

Dalam budaya kita sebenarnya juga sudah diajarkan untuk menghargai privasi dengan sikap tenggang. Mulai dari SD kita sudah diajarkan untuk bertenggang rasa untuk menghargai hak orang lain dan dengan sadar membatasi hak atau kebebasan kita. Kalau anda merasa belum pernah belajar tenggang rasa atau sudah lupa coba deh baca buku pendidikan Pancasila SD ^_^

Yang sering terjadi saat ini kita lebih sering merasa berhak untuk melakukan sesuatu tanpa terlebih dahulu memperhatikan hak orang lain. Kita merasa berhak mengusik kehidupan pribadi para public figure (seleb?) dengan mengatasnamakan hak untuk mendapatkan informasi, dan jadilah puluhan acara gosip memenuhi televisi kita. Dalam keseharian, kita juga sering bertingkah seenaknya tanpa mempedulikan hak orang lain, merokok di ruang publik, buang sampah sembarangan, ugal-ugalan di jalanan, dan aneka perbuatan atas nama kebebasan hak kita.

Sebenarnya alasan saya menulis ini karena jengkel waktu ke warnet, orang disebelah saya menggunakan satu komputer berlima, entah agar irit atau apa saya kurang tahu, padahal tempat tersebut hanya cukup untuk 1,5 orang (maksudnya kalau ber-2 sempit banget, tapi kalau sendiri masih sisa). Hal tersebut jelas sangat mengganggu saya, mulai dari berisiknya hingga layar monitor yang sering bergoyang, dan seakan belum cukup, mereka juga memproduksi asap rokok yang @#%$&*...ughhh.

Dan hampir selama 2 jam saya terus-terusan menyumpah serapah (dalam hati) hingga akhirnya saya sadar bahwa hal tersebut percuma. Saya lantas mengingat-ingat apakah saya juga pernah melakukan hal seperti itu, dan saya cuma bisa nyengir. Memang tidak sama persis, tapi kadang saya juga suka seenaknya sendiri karena mentang-mentang punya hak untuk melakukannya atau karena merasa bahwa sudah sepantasnya saya bertindak demikian dan orang lainlah yang seharusnya mengalah. Duh....~_~;

Pada masa sekarang ini tenggang rasa mungkin serba salah, ketika kita bertenggang rasa orang lain justru cuek dan berlaku seenak udelnya, jika kita tidak tenggang rasa, apalagi orang lain. Hidup memang makin keras tapi sedikit senyuman dan sikap tenggang rasa mungkin akan membuat hidup lebih nyaman.

....dan semoga saya juga bisa melakukannya dan bukan sekedar bicara eh menulis

20 February 2007

Menertawakan diri sendiri

Sudah seminggu lebih blog ini nggak terbaharui (di-update maksudnya)bukan karena sedang buntu ataupun kehabisan ide melainkan gara-gara valentine day. Eh, anda jangan langsung berprasangka, ini bukan karena saya merayakan valentine day tapi karena saya macet waktu ingin membuat posting tentang valentine day. Setelah beberapa kali memaksakan diri untuk menulis ternyata tetap buntu juga jadi saya urungkan saja niat saya. Dan disinilah saya, didepan monitor dan mulai menulis tentang "Menertawakan Diri Sendiri"

Menurut anda apakah yang bisa menjadi sebuah ciri bangsa yang besar? Beberapa orang bilang bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghormati jasa pahlawan atau pendahulunya, sebagian yang lain beranggapan bahwa bangsa yang besar ditentukan dari kemampuannya memenuhi kebutuhan dirinya, dan masih banyak pendapat yang lainnya. Nah mari kita coba sebuah sudut pandang baru, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menertawakan dirinya sendiri".

Menertawakan diri sendiri bukanlah sebuah hal yang sulit atau memerlukan kemampuan khusus akan tetapi tidak banyak orang yang bisa melakukannya, kebanyakan orang lebih pandai menertawakan orang lain. Anda mungkin lantas bertanya-tanya apa istimewanya menertawakan diri sendiri hingga bisa membuat sebuah bangsa menjadi bangsa yang besar. Dengan menertawakan diri sendiri maka berarti kita telah jujur dalam melihat diri kita sendiri, dalam melihat kurang dan lebihnya kita, dalam melihat kesalahan dan kebodohan yang kita perbuat, termasuk juga dalam menilai diri kita sendiri.

Menertawakan diri sendiri juga tidak harus diartikan benar-benar tertawa sendirian, selain bisa disangka gila, anda juga bisa memancing keinginan orang lain untuk menertawakan anda. Menertawakan diri sendiri sebenarnya mungkin lebih kepada sebuah usaha untuk mengakui kekonyolan dan kebodohan kita dan berusaha untuk menertawakannya dan bukannya berusaha mengelak, mengingkari atau bahkan menyalahkan orang lain.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, setidaknya dari jumlah, akan tetapi karena bangsa ini masih belum (sepenuhnya) bisa menertawakan diri sendiri maka bangsa ini menjadi kerdil. Kita masih sering ogah mengakui bahwa bangsa ini sering membuat kesalahan, bangsa ini juga masih lebih sering menertawakan dan menganggap remeh bangsa lain, padahal kitalah yang mungkin lebih pantas untuk ditertawakan.

Oleh karena itu mungkin kita semua harus mencoba untuk lebih mawas diri, lebih sering berkaca dan menertawakan diri kita sendiri sebelum kita menertawakan orang lain ^_^

25 January 2007

Corat-coret pake Mouse



















Sore-sore ngobrol tentang Tuhan

Dia : Eh kenapa sih babi itu haram?
Aku : He? Kan ada di Quran
Dia : Ya jangan jawaban yang kayak gitu donk, ada penjelasan yang ilmiahnya ga?
Aku : Babi itu haram disembelih karena ga punya leher
Dia : Lho?
Aku : Kok lho?
Dia : Beneran donk
Aku : Beneran, kan seharusnya binatang yang halal dikonsumsi tuh disembelih lehernya, jadi darahnya tidak menggumpal dalam urat dan mengakibatkan keracunan ehm...uric acid. Lagian kan daging babi banyak mengandung parasit, juga soal sistem biochemistry tubuhnya yang gak bagus.
Dia : Itu kan dari segi kesehatan, dan dulu kan belum ketahuan, trus kalo ditanya penyebabnya gimana?
Aku : Emang kenapa sih?
Dia : Ada temen aku yang non-muslim, dia nanya kenapa orang Islam ga boleh makan babi
Aku : Trus kamu jawab gimana?
Dia : Ya aku terangin dari segi kesehatan, tapi dia nanya kalo secara agama kenapa dilarang
Aku : Trus?
Dia : Ya aku tanya temenku yang muslim juga, kata temenku ya pokoknya haram, dilarang
Aku : Kok gitu?
Dia : Ya gitu, padahal kan kita nggak bisa bilang gitu kalau ke orang yang beda agama.
Aku : Iya lah kan nggak bisa asal pokoknya haram aja.
Dia : Tapi, kalau penjelasan secara agama gimana? Kan nggak semua hal bisa dijelasin secara logika
Aku : Yup, makanya disebut 'iman'
Dia : Ha?
Aku : Jadi gini, ehm... ada kata-kata dari seorang tokoh Budha Zen yang aku seneng, aku lupa kalimat aslinya, intinya adalah "Tuhan itu begitu menakjubkan, meski aku tidak bisa memahaminya, aku masih meyakini dan mempercayainya"
Dia : bagus juga
Aku : Ya kan, yah meskipun dari kepercayaan yang berbeda tapi kan konsepnya sama. Kita kan nggak bisa bener-bener memahami Tuhan, jangankan Tuhan, dengan diri kita sendiri aja kita masih belum bener-bener paham.
Dia : Iya juga sih
Aku : Jadi ya itulah iman, meyakini sesuatu yang bahkan nggak kita pahami.
Dia : Tapi bukan fanatik yah?
Aku : Yah fanatik itu kan kalo terlalu berlebihan, yah membabi buta lah ^_^
Dia : Trus hal-hal yang nggak bisa dijelasin tuh gimana?
Aku : Maksudnya?
Dia : Ya, gimana menyikapinya?, soalnya kan pasti ada batasan dalam nalar kita, padahal kita juga terus berkembang, dan dari situ juga kita belajar tentang alam semesta, tentang diri kita, dan juga soal Tuhan.
Aku : Ya maju aja terus, belajar terus dan berusaha mengungkap rahasiaalam semesta sih boleh aja, asal nggak terjebak untuk memaksakan pemahaman nalar kita.
Dia : Memaksakan gimana?
Aku : Ya misalnya karena kita nggak bisa melihat Tuhan lantas kita bilang Tuhan itu nggak ada, itu kan namanya memaksakan Tuhan untuk berada dalam standar kita. Padahal itu kan standar manusia, standarnya makhluk ciptaan-Nya.
Dia : Eh, kalau misalnya kita mempertanyakan Tuhan gimana?
Aku : Contohnya?
Dia : Ya mempertanyakan kebijaksanaan-Nya, mempertanyakan alasan dari tindakan-Nya, atau bahkan pertanyan lain yang seringkali dianggap tabu
Aku : Kalau menurutku sih ngak apa-apa
Dia : Kan banyak orang yang menganggap hal seperti nggak pantas, pantang atau malah bisa bikin kualat.
Aku : Ah kayaknya Tuhan nggak akan nuduh kita subversif kok ^_^ tapi ya kembali lagi seperti kata kamu, karena nalar kita terbatas ya jadinya belum tentu kita bisa mendapat jawaban.
Dia : Iya yah....

24 January 2007

Aku Bersama Sepeda Motorku

Sepeda motor dalam hidup saya punya kedudukan yang hampir sama dengan buku, maksudnya keduanya sama-sama sulit dipisahkan dari keseharian saya. Tunggangan pertama saya adalah Yamaha Alfa keluaran tahun 1989, motor ini merupakan motor yang diturunkan dari kakak-kakak saya.

-Kenapa merk motornya Yamaha?-
~Karena ini motor buatan Jepang, kalau buatan Arab namanya YaMahmud'~

Motor berkapasitas sekitar 100cc ini masih cukup handal untuk dipacu hingga 100km/jam, yah berhubung pada waktu itu tidak banyak motor dengan cc gede jadi kecepatan itu cukup keren ^_^ Yah, harap maklum karena masih pemula dan ABG jadi ya masih doyan kebut-kebutan, masih doyan belok dengan kecepatan tinggi sambil memiringkan motor. Alhamdulilah meski gaya berkendara saya yang cukup norak waktu itu, saya tidak pernah jatuh atau nabrak (ralat:pernah satu kali nabrak dan jatuh waktu belajar motor).

Waktu itu motor buat saya cuma berfungsi sebagai alat transportasi, sarana jalan-jalan dan sarana ngebut. Les, main, kadang ke sekolah ketika ada kegiatan di sore hari atausedang ada latihan drum band, nonton film, ke ding-dong, dan kegiatan lain yang juga disekitar situ-situ saja.

Ketika masuk SMA, gaya berkendara saya mulai berubah, meski masih sering kebut-kebutan tapi saya mulai senang berkendara untuk menempuh jarak yang lebih jauh. Alasannya selain karena mulai senang avonturir juga karena saya sudah punya SIM (Sempat tes juga lo, meski ga lulus dan akhirnya nembak juga) ditambah lagi setelah pertengahan kelas satu SMA saya mulai ikut eskul pecinta alam Bramastya. Sebenarnya buka masalah PA nya tapi karena di Bram's inilah saya ketemu orang-orang yang juga hobi berkendara, alasan lain adalah karena hampir sebagian besar anggota cewek di angkatan kita bertempat tinggal di luar kota (kabupaten maksudnya) maka seringkali kita seangkatan bermotor bareng buat nganterin mereka, seringkali ketika hari sudah menjelang pagi (jam 23.45) atau bahkan sepulang dari survey di pagi hari (03.00).
Berkendara bareng-bareng begini memang menyenangkan, dan kita juga selalu ingat buat nggak belagu dan merasa jadi penguasa jalanan, yahh... kecuali pas jam 3 pagi dan jalanan sepiiii... banget ^_^ namanya juga masih muda hehe. Berkendara tengah malam juga nggak lepas dari resiko, meski jalanan sepi dari kendaraan bermotor gangguan masih bisa saja muncul, mulai dari orang mabuk hingga operasi penertiban bencong. OK CUKUP! jangan tanya apa hubungannya.

SMA kelas 1 adalah masa dimana saya yang tidak punya pengalaman otomotif (kecuali cara mengganti busi) nekat melakukan perjalanan menuju ke pantai utara pulau jawa bagian timur, untuk lengkapnya bisa dibaca disini :
  • dan ini:


  • Setelah itu pun saya masih sering berkendara, meski tidak lagi sejauh itu, Jogja adalah salah satu kota favorit saya. Meski seringkali cuma melintas di kotanya, mampir di angkringan atau Gramedia, mengisi bensin, dan kemudian mampir ngopi di warung-warung antara Solo dan Ngawi, dan kemudian pulang melintasi kawasan hutan Mantingan. Satu hal yang hampir pasti adalah kami selalu melewati hutan ini setelah pukul 10 malam. Hal ini jelas sangat tidak baik untuk kesehatan, bukan karena udara malam yang dingin dan lembab tapi lebih dikarenakan kondisi hutan yang cukup menyeremkan, tapi lebaran 2 tahun yang lalu daerah ini sudah cukup banyak penerangan kok.

    Acara berkendara keluar kota ini mulai berkurang ketika di kelas 3 SMA, hingga kemudian saya menginjakkan kaki di kota Bandung ini. Masih dengan Yamaha Alfa tercinta yang saya kirimkan dengan kereta api. Saya menyusuri, melintasi dan tersesat di kota ini. Tidak jarang bahkan kebersamaan kami diisi dengan kegiatan mendorong, menggelinding, pokoknya aktifitas yang cukup mengundang keringat, maklum motor ini seringkali mati bila hujan cukup deras.

    Kebersamaan kami masih berlanjut hingga beberapa tahun kemudian motor ini mulai semakin melemah, meski masih cukup kuat dipacu dengan kecepatan alakadarnya, borosnya bensin dan mahalnya biaya perawatan membuat kami terpaksa berpisah. Cukup banyak teman yang menganjurkan agar motor ini tidak dijual tapi dimuseumkan ~_~; tapi karena ini sudah diluar wewenang saya maka akhirnya motor ini (bisa) dijual juga.

    Setelah beberapa saat melewatkan hari dengan supir angkot, eh dengan naik angkot maksudnya, akhirnya datanglah sebuah motor baru ^_^ Honda GL-MAX,125 cc. Bersama motor inilah saya beberapa kali mudik lebaran ke Madiun dengan berkendara, juga ke Jakarta beberapa waktu yang lalu. Meski cc-nya tergolong kecil untuk ukuran motor masa kini tapi ini sudah mencukupi buat saya, dan saya juga tidak terlalu tertarik untuk menggunakan motor dengan cc 200 keatas karena menurut saya mubazir.

    Omong-omong soal motor gede

    Saya lebih sering sebal daripada kagum pada para pengguna motor gede, mulai dari Harley, BMW, atau juga yang sok gede macam Tiger atau Thunder dll, dsb...
    Saya sebal bukan pada motornya, tapi pada para pengendaranya, apalagi kalau mereka sedang berkonvoi bareng-bareng, mulai dari bikin macet, menuh-menuhin jalan, hingga membahayakan pengguna jalan lain, dan tidak ditindak polisi pula!?! akhirnya mereka benar-benar bertingkah bak raja jalanan. Padahal mereka itu berlalu lalang di jalan-jalan kota yang seringkali penuh oleh kendaraan lain, tapi apa mau dikata meski bukan kita yang salah toh kita juga yang harus kalah. Kenapa sih mereka harus diistimewakan? Mereka kan bukan ambulance, pemadam kebakaran atau kereta api? Lantas kenapa mereka tidak bertindak seperti pengguna jalan yang normal, apakah karena mereka kaya (lagi-lagi status sosial yang jadi alasan) sehingga bisa mendapat perlakuan khusus? Yup, mungkin kita sama-sama tahu jawabnya.

    It's need more than machine to become a rider
    ~butuh lebih dari sekedar mesin untuk menjadi seorang pengendara~

    16 January 2007

    bencana dan berkah

    Tahun baru belum lama berlalu, di luar negeri ini mungkin banyak yang baru, tapi disini, didalam negeri ini masih seperti tahun-tahun yang telah berlalu. Para pejabat yang sudah kaya berlomba semakin kaya, mereka yang tidak mampu terus berkurang (baca:meninggal) dan bertambah (baca:mejadi miskin) dalam saat yang bersamaan. Dan seakan belum cukup bencana masih terus hadir dibumi ini, dan ada banyak hal yang terjadi dalam menyikapi bencana ini.

    ketika sebuah kejadian hadir dan menjadi bencana bagi sebagian orang, maka ia mungkin hadir dalam bentuk yang lain bagi sebagian orang lainnya. Bagi para oportunis atau penggemar kesempatan dalam kesempitan maupun kelonggaran, bencana adalah sebuah kesempatan dalam meraih keuntungan. Mulai dari kesempatan untuk korupsi dana bantuan, sumbangan, atau kesempatan untuk mengeruk keuntungan lewat harga barang. Ada juga sebagian orang yang menganggap bahwa bencana adalah sebuah bentuk azab dari Tuhan dan masih banyak lagi, bisa jadi bencana adalah sumber berita, tontonan, dan kadang juga menjadi bahan uji coba dan peluang untuk tebar pesona dan menciptakan citra. Rasanya kita tidak perlu lagi komentar soal para oportunis tersebut, selain cuma membuat kita lebih jengkel juga tidak akan merubah keadaan.

    Ketika sebuah bencana hadir, terutama bila hal tersebut berskala cukup besar, maka kita sering menganggap bahwa ini adalah murka Tuhan, sebuah azab, sebuah wujud dari kemarahan Tuhan, dan seakan-akan bencana tersebut adalah sebuah takdir tak terelakkan. Saya sendiri setuju bahwa Tuhan pasti punya kehendak, punya alasan yang mungkin tak bisa kita pahami, namun rasanya kurang tepat bila kita menganggap bahwa bencana yang terjadi hanyalah karena kehendak Tuhan. Bahkan saya sering mendengar kalimat seperti ini "Yah, namanya juga takdir, meski sudah berusaha hati-hati ya tetap saja celaka".

    Sama halnya dengan bencana, berkah juga datang dari Tuhan, jika demikian maka seharunya berkah juga sesuatu yang tak terhindarkan dan dapat tiba tanpa kita harus berusaha. Atau bagaimana bila bencana itu adalah sebuah berkah? Misalnya letusan gunung yang membawa abu vulkanik hingga dapat menyuburkan tanah pertanian. Lantas kita sebut apa yang seperti itu.

    Apapun itu, bencana akan terus mewarnai sejarah manusia, baik yang disebabkan oleh ulah para manusianya ataupun yang memang sudah digariskan oleh sang pencipta. Satu hal yang menurut saya harus dirubah adalah bahwa kita harus menyadari bahwa musibah itu bagian dari hidup, bahkan meski bila kita adalah manusia baik hati yang rajin beribadah dan gemar menabung. Dengan menyadarinya maka kita akan bisa bersiap-siap menghadapinya dan memaklumi kehadirannya, dan bukan sekedar berdoa tapi juga berusaha mencegah, menghadapi dan menangulanginya.

    09 January 2007

    Membantu dengan tidak memberi bantuan

    Pada suatu ketika, di sebuah sungai yang sedang meluap terhanyutlah dua buah belanga. Belanga yang pertama terbuat dari tanah liat, ia terombang-ambing diguncang arus sungai. Belanga yang kedua terbuat dari perunggu, karena terbuat dari logam maka meski ia terguncang kesana-kemari, tubuhnya tidak akan pecah.

    Kemudian oleh belanga perunggu dilihatnya belanga pertama yang berusaha keras agar dirinya tidak membentur batu kali. Karena merasa kasihan maka didekatinya belanga tanah liat itu dengan maksud untuk melindunginya dari batu kali. Sementara itu si belanga tanah liat justru semakin menjauh karena ia takut dirinya akan celaka bila membentur si belanga perunggu. Melihat si belanga tanah liat menjauh, belangga perunggu justru berusaha semakin keras untuk mendekat, dia menggoyangkan tubuhnya lebih kencang lagi untuk menyusul belanga tanah liat. Dan tak dapat dielakkan lagi, keduanya bertabrakan hingga si belanga tanah liat menjadi pecah berkeping-keping karena tertabrak oleh belanga perunggu.

    Ini salah satu cerita yang saya baca pada waktu saya masih TK, kalau tidak salah cerita ini dimuat di Bobo.

    ===Tahu Bobo kan?, anak kelinci yang bikin Batman ga bisa pake lambang 'B' didadanya karena udah diduluin dia ^_^===



    Oke lah anda nggak harus tahu siapa itu Bobo karena cerita ini memang bukan tentang si Bobo. Inti dari cerita ini adalah keinginan untuk menolong. Hampir bisa dipastikan bila anda cukup manusiawi ^_^ anda pasti pernah menolong atau setidaknya ingin menolong orang lain.
    Keinginan menolong orang lain memang baik, termasuk kegiatan yang terpuji dan mulia kata penataran P4. (Tentu saja jika menolong untuk hal yang baik)

    Akan tetapi nggak selamanya niat baik anda menjadi sebuah kebaikan, contohnya pada cerita diatas. Lantas apakah dalam kehidupan sehari-hari hal seperti itu juga terjadi? Tentu saja, kadang perbuatan yang kita niatkan baik justru menyinggung atau mengganggu orang yang akan kita bantu, bahkan meskipun kita bukan sebuah belanga.

    Ada banyak sebab yang menjadikan bantuan kita berubah menjadi sebuah gangguan, yang pertama adalah waktu atau timing. Misalnya pada waktu teman anda baru saja membeli makan, kemudian anda membantu menghabiskannya, ini jelas sebuah bantuan yang tidak diharapkan. Just kidding ^_^ maksud saya timing adalah misalnya teman anda baru saja tertimpa musibah, kemudian anda langsung menghampiri dengan maksud membantu, hal ini bagus jika memang teman anda membutuhkan bantuan sesegera mungkin. (kecemplung sumur misalnya, kan harus segera dibantu) sebaliknya ada juga masalah yang membuat kita membutuhkan waktu lebih untuk menyendiri, entah untuk berpikir, merenung ataupun sekedar menenangkan pikiran, misalnya jika habis putus dengan pasangan atau setelah sebuah pertengkaran.

    Hal lain yang juga berpengaruh adalah posisi anda, seberapa dekat dan seberapa paham anda dengan orang yang akan anda bantu. Tentunya untuk hal ini dibutuhkan kesadaran dari diri anda apakah anda telah benar-benar dekat dan memahami orang yang akan anda bantu, sebab bila anda kurang paham tentunya niat baik anda tidak akan tersampaikan dengan maksimal. Anda juga harus tahu apakah anda adalah orang dekat baginya ataukah sekedar kenalan, teman, atau bahkan dia tidak kenal anda.

    Terakhir yang perlu anda ketahui adalah apakah bantuan anda benar-benar dibutuhkan dan apakah bantuan anda akan membantu. Agak membingungkan yah @_@; Yah intinya adalah bantulah dengan bantuan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan, dan hal ini tidak hanya terbatas pada benda-benda tapi juga tindakan dan sikap. Perlu juga untuk diingat pada banyak kejadian empati lebih dibutuhkan daripada simpati, kadang anda tak perlu melakukan apapun, anda hanya perlu mencoba ikut merasakan tanpa harus bersikap pro atau kontra.

    "Terkadang tidak berbuat apapun adalah juga sebuah bantuan"

    Bandung



























    Dalam sepi kian bertahta
    adakah angan lain? desah lain?
    lagu lain? atau satu puisi paling syahdu
    yang belum sempat kuresapi dalam gelak kotaku

    (rys revolta)

    05 January 2007

    Dan warna favoritnya tetap merah

    Dia pernah...jatuh cinta pada warna mentari pagi
    terbutakan oleh terang cahaya, ia mengerjapkan matanya
    dan dalam sekejap warna itu pudar

    Perjalanan membawanya ke selatan
    ke sebuah negeri dimana ia terpesona oleh warna angin musim semi
    hangat angin selatan menyusup di sela rambutnya
    kembangkan semangatnya berjalan menyusuri dunia

    Diiringi lambaian hijau pakis haji
    hijau daun pohon pinus antar ia ke puncak gunung
    diantara hijau lumut dan semak perdu
    masih kulihat siluet senyumnya di balik bayangan matahari

    Ketika langit kelabu semakin gelap
    awan hitam bergulung
    sesekali angin tersayat oleh kilat keperakan
    karang hitam tersapu ombak biru yang semakin meninggi
    meninggalkan buih di pasir putih

    "It's alright" katanya "...setelah meneteskan air mata, langit akan kembali biru"
    "Bukankah langit sedang membara oleh amarah?" tanyaku "akankah ia reda oleh air mata?"

    Ia tersenyum
    embun bening dipipinya
    ...dan warna favoritnya tetap merah.





    Barisan kalimat ini ditujukan pada
    my lovely "sweet one"
    atas permintaannya sendiri ^_^

    Sekali Waktu Dalam Hidup

    Sekali waktu dalam hidup.....ehm, saya sendiri juga tidak tahu kenapa kalimat ini tiba-tiba melintas, kemudian ditulis secara sekilas di notes dan sekarang dituangkan di blog ini, yah...mungkin ini juga sebuah hal yang "sekali waktu dalam hidup"

    Sekali waktu dalam hidup, tentu saja hal yang akan saya bicarakan ini bukan benar-benar hal yang hanya akan terjadi sekali saja dalam hidup kita, yang saya maksud sekali waktu dalam hidup adalah kita sebaiknya melakukan hal ini meskipun hanya sekali waktu dalam hidup. Anda mungkin akan bertanya kenapa kita harus melakukannya? Apakah itu sangat penting? Entahlah ^_^ mungkin anda akan menemukan jawabnya setelah membaca posting ini.



    Sekali waktu dalam hidup kita mesti : Melihat matahari terbit

    Kita semua pasti tahu betapa pentingnya fungsi anggota tatasurya yang satu ini, sayangnya sebagian besar dari kita, dan mungkin anda juga, tidak terlalu menganggap ini istimewa. Matahari sudah menjadi bagian dari keseharian kita, ketidakhadirannya akan sangat mengganggu hidup kita, tapi kita lebih sering mengeluh karena panasnya daripada menikmatinya. Jadi sekali waktu cobalah untuk bangun pagi dan memandang proses terbitnya matahari, nggak harus ke gunung atau ke pantai kok ^_^ Coba pandangi langit dari waktu masih gelap hingga saat matahari benar-benar sudah muncul.
    Saya selalu merasa bahwa dengan memandang matahari terbit, kita bisa ikut merasakan munculnya sebuah energi, timbulnya sebuah semangat baru yang meluap-luap, sebuah kesegaran yang berpadu dengan kehangatan.

    Sehubungan dengan kegiatan melihat matahari terbit yang mesti dilakukan pagi hari, biasanya kendala yang sering muncul adalah kemampuan untuk bangun pagi ^_^ tapi saya jadi ingat kata-kata seseorang yang dekat dengan saya "...kalau seseorang tidak bisa bangun pagi, dia tidak bisa melakukan hal yang lebih hebat lagi". Jadi selamat bangun pagi dan menikmati matahari terbit.



    Sekali waktu dalam hidup kita mesti : Jalan-jalan

    Ya! jalan-jalan, tentu saja yang saya maksudkan disini adalah jalan-jalan dalam artian yang sebenarnya, bukan dengan motor, mobil atau kendaraan yang lain tapi benar-benar dilakukan dengan kedua kaki kita. Jalan-jalan ini juga bukan sebagai kegiatan pendukung, misalnya ketika berbelanja, ketika sedang berada di obyek wisata atau bisa juga karena pekerjaan. Jalan-jalan yang satu ini harus bebas dari kepentingan lain ~_~; duh...

    Selain keadaan cuaca yang mendukung, lokasi jalan-jalan sebaiknya juga yang menyenangkan, aman, dan memang layak untuk berjalan-jalan (bukan kuburan atau Tempat Pembuangan Sampah). Kegiatan jalan-jalan ini sebaiknya diawali dengan niat yang tulus dan ikhlas untuk berjalan-jalan dan bukannya ngeceng, belanja, bermain atau bahkan berternak kambing, karena selain tidak efektif juga akan melenceng dari tujuan awal. Setelah anda yakin dengan niat anda, yang anda perlukan hanyalah mengambil langkah pertama dan lanjutkan dengan yang kedua, ketiga, empat.... dan seterusnya. Cobalah untuk menikmati jalan-jalan anda, amati sekeliling anda, mungkin anda akan menemukan banyak hal yang selama ini terlewatkan.



    Sekali waktu dalam hidup kita mesti : Hujan-hujan

    Anda mungkin bertanya kenapa mesti hujan-hujan? Selain beresiko terserang flu berbasah-basahan sekaligus kedinginan bukan hal yang terlalu menarik bagi sebagian orang. Meskipun begitu saya tetap merasa bahwa hujan-hujan harus dilakukan bahkan meski hanya sekali seumur hidup. Tentu saja yang saya maksudkan adalah hujan air bukan hujan batu, hujan abu ataupun hujan darah ~_~; ehm tapi kalau hujan duit mungkin agak beda. Acara hujan-hujan ini juga harus dilakukan dengan sengaja, artinya anda bukannya tidak sengaja atau terpaksa berhujan-hujan melainkan benar-benar merelakan diri anda untuk dihujani oleh butir-butir air yang ditumpahkan dari angkasa ^o^ hehe...

    Dalam berhujan-hujan sebaiknya anda mengenakan pakaian yang santai atawa kasual, tidak perlu tebal tapi sebaiknya tetap memakai pakaian. Jangan sampai tidak mengenakan pakaian! bukan karena tidak sopan atau takut dianggap gila tapi bila anda tidak memakai baju maka sensasi yang anda alami tidak akan berbeda jauh dengan mandi menggunakan shower. Anda bebas berlari, melompat, ataupun berputar-putar (asal tidak takut terpeleset) nikmatilah setiap tetes air yang menimpa sekujur badan anda, rasakan kegembiraan dan kesegaran yang dipancarkan oleh air hujan.


    Nah itulah beberapa dari banyak hal yang menurut saya harus dilakukan meski cuma sekali dalam hidup kita, apakah anda setuju? Bila anda setuju silahkan dicoba, bila tidak setuju.... ya sebaiknya anda coba dulu, baru anda boleh tidak setuju ^_^ dan meskipun anda tidak setuju toh anda sudah mencobanya hehehe.....@_@

    03 January 2007

    Sekali Lagi Tahun Baru

    Hari senin kemarin bertepatan dengan tanggal 1 Januari, yang kebetulan juga merupakan hari diperingatinya pergantian tahun dalam kalender masehi atau untuk gampangnya disebut tahun baru. Setidaknya bila kita mengacu pada penanggalan masehi maka kita telah memperingati setidaknya 2000-an lebih perayaan tahun baru. Dan seperti juga tahun-tahun sebelumnya tahun baru kali ini dirayakan cukup meriah dinegara kita. Aneka perayaan, pagelaran, pertunjukan musik, festival, aneka rupa pesta mulai dari "New Year Eve Party" hingga aneka kegiatan bertajuk 'Old and New' digelar. Di jalan-jalan, di berbagai tempat umum, di hampir semua tempat wisata, di gunung, di pantai, dan lebih lagi di tengah kota, gegap-gempita memenuhi (hampir) segala penjuru.

    Lantas bagaimana dengan anda? ikut merayakannya? ikut berpesta, beramai-ramai keliling kota, atau sekedar melewatkan pergantian tahun dengan menonton acara televisi di rumah? Bagi sebagian orang saat-saat pergantian tahun menjadi sebuah momen yang istimewa, sehingga sebisa mungkin mereka berusaha melewatkannya dengan sebuah acara yang istimewa pula. Saya sendiri melewatkan acara tahun baru dengan kegiatan yang berbeda-beda, waktu SD saya lebih sering melewatkannya dengan keluarga saya, menginap di hotel dan melewatkan semalam suntuk menonton acara televisi. Ketika saya mulai memasuki masa puber atawa ABG maka saya lebih sering melewatkannya bersama teman-teman saya, entah itu sekedar makan-makan bareng, ngobrol, main game atau keliling kota dengan menggunakan sepeda atau sepeda motor. Pada masa awal kuliah di Bandung saya melewati malam tahun baru dengan mendatangi beberapa festival, event atau justru memilih untuk pulang.

    Tanggal 31 Desember kemarin saya melewatkan malam pergantian tahun dengan tiduran di kamar setelah menonton beberapa episode 'One Piece' sorenya, terbangun sebentar pada tengah malam (gara-gara disekitar kost banyak yang menyalakan kembang api) dan kemudian tidur lagi agar bisa bangun jam 4 pagi dan berangkat ke Jakarta. Entah kenapa saya juga tidak merasa terlalu kehilangan momen tahun baru ini, entah karena merasa bahwa tahun baru berarti saya akan semakin tua atau karena memang tidak ada kegiatan menarik yang bisa saya lakukan.

    Sebenarnya saya juga sempat mempertanyakan kepada diri saya sendiri, untuk apa sih segala perayaan itu, segala hiruk pikuk yang terjadi, segala keramaian yang seringkali lebih mirip euforia. Apakah itu adalah perayaan kemenangan, tapi kemenangan siapa? Kemenangan pasar tentunya, segala kegiatan yang mendorong perputaran uang dalam jumlah yang cukup mencengangkan, berpusar dari berbagai kantong, baik yang tipis maupun yang tebal, dan akhirnya bermuara pada kantong-kantong pemilik modal ~_~

    Dan saya akhirnya harus tersenyum (getir) sendiri, toh saya juga pernah ikut meramaikan perayaan-perayaan itu, menikmati, dan bahkan begitu tenggelam dalam kegembiraan yang saya katakan mirip euforia itu. Bukan tidak mungkin suatu saat saya pun akan menikmati kegembiraan itu lagi, melewatkan malam tahun baru dengan berbagai perayaan, berbagai acara, dan juga dengan kaburnya lembaran rupiah dari dompet saya. Tapi bukankah setidaknya sekali dalam setahun kita boleh bergembira dan sekali lagi berharap semoga di periode yang akan datang nasib kita akan menjadi lebih baik, agar semua hal buruk yang telah terjadi di tahun sebelumnya tidak lagi terjadi.

    Saya jadi ingin mengajak diri saya dan bila tidak keberatan anda juga boleh ikut, untuk mencoba menengok kembali perjalanan yang telah kita lalui, dan merefleksi kembali apa yang telah terjadi. Mencoba untuk mengamati segala kegagalan, segala kesempatan yang terlewatkan, dan segala hal yang kita sesali dalam setahun kemarin. Kemudian tanpa harus terjebak pada ingatan masa lalu mari kita berusaha untuk menjadikan tahun ini tahun yang lebih baik.


    Selamat Tahun Baru 2007