18 December 2008

Bunuh Diri

Kata ini cukup sering melintas di benak saya beberapa hari terakhir, bukan karena pengaruh siaran berita mengenai beberapa kejadian bunuh diri, bukan pula karena berniat melakukannya, hanya saja kata ini terus-terusan melintas seakan menantang saya untuk menangkap dan menjejalkannya dalam postingan saya.

Saya tidak pernah berniat bunuh diri, buat saya kematian saya nanti haruslah punya arti lebih, harus keren, layak buat dikenang, dan yang pasti juga punya makna (setidaknya untuk memberi arti lebih dari hidup yang sudah saya jalani) dan menurut saya bunuh diri jelas tidak memenuhi syarat kematian seperti itu.

Kebanyakan alasan orang memutuskan untuk mengakhiri hidup adalah ketika mereka merasa depresi, merasa tidak mampu lagi bertahan untuk melanjutkan hidup. Sebabnya ada bermacam-macam, bisa karena ekonomi, karena stress pekerjaan, karena cinta dan banyak lagi. (Saya tidak mengikutsertakan bom bunuh diri) Buat sebagian dari kita alasan tersebut mungkin konyol, aneh bahkan menggelikan, tapi tidak bagi mereka yang mengalaminya. Pada kondisi depresi dan stress berat seperti itu kita punya kecenderungan kehilangan kemampuan berpikir sehat, terutama bila hal tersebut terjadi dalam kurun waktu berkepanjangan atau terjadi secara sangat mendadak. Mendadak miskin, mendadak patah hati, tapi jelas bukan mendadak dangdut.

Kadangkala kematian memang sebuah pilihan, pada perang, pada terorisme, pada kehidupan sehari-hari dan masih ada lagi. Kadang kematian itu bisa berarti perlawanan atau pengorbanan untuk mencapai tujuan lain (pada perang, terorisme, pemberontakan, demonstrasi) tapi bisa juga kematian itu adalah pilihan untuk menyerah, untuk melarikan diri dari kondisi tertentu.

Menyerah Pada Hidup

Anda mungkin belum pernah mencoba bunuh diri, tapi saya rasa anda pasti pernah menyerah pada suatu hal. Misalnya saja ketika bangun pagi, terkadang rasa malas itu begitu memberatkan kedua kelopak mata kita, dan kemudian anda akan menyerah pada rasa malas dan merebahkan punggung anda.

Bagaimana rasanya? Nikmat? Menyenangkan?

Atau kejadiannya bisa saja ketika anda sedang mengerjakan sebuah tugas yang sangat menyita waktu dan kosentrasi anda, menggerakkan tubuh atau bahkan sekedar membuka mata adalah sebuah perjuangan berat bagi anda. Apakah anda akan menyerah? Membiarkan tubuh anda tergeletak, mata anda tertutup dan kemudian tertidur.

Nah sekarang ketika hidup terasa begitu melelahkan, anda merasa buntu, segala hal yang anda harapkan berjalan tidak sesuai dengan yang anda harapkan, apakah sekali waktu anda tidak pernah merasa ingin menyerah?

Saya pernah, saya pernah sangat ingin menyerah, tapi saat itu saya tidak ingin mengakhiri hidup saya, saya cuma merasa bahwa kalaupun hidup saya berakhir saya tidak peduli. Jadi saya pikir saya bisa memahami kenapa seseorang ingin mengakhiri hidupnya.

Walau begitu saya tetap merasa bahwa bunuh diri bukan sebuah solusi, bunuh diri memang sebuah pilihan tapi (buat saya) itu sama saja dengan melarikan diri. Saya tidak tahu apakah ada pembaca blog ini yang berniat bunuh diri (semoga tidak) tapi sekedar untuk anda ingat, bahwa seberat apapun hidup anda, sesulit apapun jalan yang anda tempuh, jangan menyerah, bertahanlah, dan mungkin anda akan mengetahui sesuatu yang selama ini belum terlihat.


28 November 2008

Pijat-memijat

Beberapa waktu yang lalu saya diajak berjalan-jalan ke sebuah mall di kawasan Jakarta Barat. Sepulang dari seharian berputar-putar menemani belanja saya kembali terajak ke sebuah tempat pijat refleksi di wilayah Jakarta Pusat. Sudah terbayangkan oleh saya yang namanya pijat refleksi pasti akan menyakitkan meski yang dipijat hanya telapak kaki, hal ini biasanya terjadi bila ada gangguan pada fungsi organ dalam kita.

Setelah memasuki ruangan maka akan langsung terlihat beberapa kursi panjang yang berjajar, tidak ada sekat dan juga tidak dipisahkan dalam ruangan-ruangan tertentu ^_^ Hayoo...yang biasa pijat dalam ruangan tertutup nggak usah nyengir yah. Dan setelah pijat ini dimulai eh lho kok tidak terasa sakit sama sekali ya? Entah apakah memang karena saya tidak benar-benar "menyerahkan diri" pada mas pemijatnya ataukah memang ini bukan pijat refleksi tapi sekedar pijat relaksasi, yang kalau mengutip sebution Umar Kayam "pijet mat-matan" yang lebih mengutamakan soal rasa.

Sambil dipijat ingatan saya melayang pada suatu hari di Halmahera disana saya juga sempat dipijat, awal ceritanya begini...

Sudah beberapa hari saya demam, biasanya suhunya cukup tinggi pada pagi hari, sedikit turun pada siang hari dan normal pada malamnya. Biasanya deman ini akan lewat begitu saja setelah saya meminum obat, tapi hari ini tubuh saya benar-benar lemas, pusing, tenggorokan sakit dan demamnya sepertinya lebih tinggi. Saya curiga luka di kaki saya mulai infeksi lagi (soal penyebab luka ini akan saya ceritakan di postingan yang lain), seharian itu saya cuma bisa tergeletak dengan ikhlas.

Setelah coba dihantam dengan obat-obatan generik standar dan masih belum ada perkembangan berarti juga malam itu salah seorang crew drilling menawarkan bantuan untuk memijat tubuh saya. Tidak menunggu lama, saya pun menggeletak di atas velbed dan mulai dipijat, diawali dengan menganalisa kaki mana yang akan dipijat terlebih dulu dilanjutkan dengan dibalurkannya minyak ular (ya ULAR) yang telah dicampur dengan bawang merah di sepanjang betis saya.

Dan mulailah crew drilling yang juga seorang pemijat handal dengan ilmu asal tanah Pasundan yang diturunkan dari mertuanya memijat saya. Saya harus mengakui bahwa ini adalah pijat yang paling sakit sepanjang sejarah hidup saya. Mulai dipijit, dicubit, diurut, ditekuk hingga dilipat ughh... pokoknya benar-benar menyakitkan. Prosesi pijit memijit ini berlangsung selama kurang lebih 1 jam diakhiri dengan kerokan dan saya lanjutkan dengan tidur hingga pagi menjelang.

Paginya tubuh saya sakit semua, rasanya seperti habis beraktifitas gila-gilaan, seluruh urat terasa berantakan, untungnya demam mulai turun. Dua hari kemudian saya sudah sehat kembali dan bisa berlari-lari kembali ^_^

Eh apa mungkin karena si mas di tempat pijat itu tidak pernah jadi crew drilling makanya pijatannya kurang ber-efek pada tubuh saya......entahlah

13 November 2008

Lanjutan yang kemarin, dikit aja

Ok kita lanjutkan perjalanan menuju hutan.

Setelah perjalanan semalam, pagi ini kami melanjutkan ke camp utama wilayah pertambangan ini. Ditempuh selama kurang lebih 3 jam dari pemukiman terdekat, melintasi jalanan berlumpur yang jelas membuat sebuah Jaguar menjadi tidak jauh beda dengan sebuah bajaj (Kalau anda nggak paham dengan kalimat tadi, saya juga). Yha pokoknya setelah berpanas-panasan diatas Strada akhirnya kami nyampe di Camp Mer-mer.Reaksi pertama jelas kaget dulu, soalnya benar-benar tidak sesuai dengan apa yang digambarkan pada waktu sebelum keberangkatan. Well whatever, the show must go on.

Seminggu kemudian nggak ada yang istimewa, siap-siap, survey-survey, 2 kali naik turun bukit untuk nentuin Benchmark atawa BM. Hingga 7 hari kemudian kami turun kembali ke Ternate untuk menjemput tim Topografi. Ehm... udah gitu aja

24 October 2008

3 Bulan di Tengah Belantara

Buat semua orang yang udah buka blog ini dan ngerasa kecewa dengan isinya yang tidak mengalami perubahan berarti beberapa bulan ini. Kali ini saya coba merangkum dengan singkat apa saja yang telah terlewatkan sejak setahun kemarin.


Sudah setahun lewat saya tinggalkan Bandung(dan saya masih selalu merindukannya.) Setahun kemarin saya mulai bekerja di Jakarta, jadi salah besar kalau anda mengira saya meninggalkan Bandung karena diusir Pak RT atau karena kena operasi penertiban pengangguran ^_^

Saya meninggalkan Bandung untuk bekerja di Jakarta, yah ibukota negara kita ini, yang meski panas, berdebu, macet, sering banjir, tingkat kriminalitas tinggi, standar gaji masih sering tidak sesuai dengan biaya hidup, dll, dst, dsb toh tetap saja menjadi tempat berpusarnya jutaan manusia yang mengais rejeki.

Sejak bulan puasa tahun kemarin saya bekerja di sebuah perusahaan pengeboran kelas menengah kesamping yang berlokasi di Tangerang (udah lah pokoknya itu Jakarta juga) awalnya saya masuk ke perusahaan itu sebagai Drafter atawa juru gambar. Sehabis libur lebaran (setelah sekitar dua minggu bekerja) saya ditugasi menjadi Site Manager project Deep Well di Bintaro. Cerita mengenai ini dan beberapa project lain mungkin saya posting lain waktu saja, soalnya saya mau cerita soal project yang terbaru nih


Halmahera


Nah buat preview klik foto-fotonya dulu ya
  • Halmahera




  • Perjalanan menuju Halmahera ini bukannya tidak terprediksi, namun memang terlalu singkat waktu untuk persiapan menuju kesana. Mulai dari persiapan mental, persiapan barang-barang kebutuhan hingga persiapan mengenai proyek itu sendiri. Pamitan ke orang-orang terdekat saya, mempersiapkan berbagai benda yang mungkin akan saya perlukan. Dan hingga hari H tiba rasanya masih belum siap juga.

    Keberangkatan kami diawali dengan terlambat bangun, salah jalur keberangkatan, sempat distop karena barang bawaan (mata bor) yang mencurigakan dan kelebihan beban, hingga baru bisa bernafas dengan lancar setelah duduk di kursi Lion Air, dan melayanglah kami ke Manado. Transit dan berganti pesawat Trigana Air ke Ternate, tentu saja setelah sukses menyuruh seluruh penumpang, pilot dan mbak pramugarinya menunggu kedatangan kami. Pesawat kali ini cuma pesawat baling-baling, kecil, nggak pake AC tapi entah kenapa lebih nyaman kursinya (meski lebih panas), lebih cantik mbaknya (lebih natural ga kebanyakan make up)dan gak lupa juga dikasih kue.

    Kemudian siang hari sekitar jam 13.00 WIT kami mendarat di Ternate. Bingung dan masih ngerasa ga jelas, hingga kemudian bisa menghubungi pihak klien yang orang Cina (Cina beneran lo) dan tetep aja bingung karena si Cina nya ga paham bahasa kita kitanya juga ga paham bahasa mereka. Tapi kita tahu kalo si Cina ini nginep di Hotel Boulevard jadi meluncurlah kami kesana.

    Setelah ketemu, salam-salaman dan ngobrol dengan bahasa campur aduk antara bahasa Ingris, bahasa Cina dan bahasa Tarzan, kami sepakat untuk berangkat keesokan paginya sekaligus menunggu barang kami yang belum tiba (entah kenapa beberapa bagasi kami terkirim ke Jogja).

    Jadi kami lewatkan sepanjang siang dan sore itu di hotel didepan laut, keren ^_^ seneng banget karena udah lama kangen laut. Ngobrol, becanda, telfon dan sms orang-orang dekat saya, pokoknya menyombongkan dan berusaha membuat mereka iri dengan apa yang ada didepan mata saya.

    Malamnya kami makan di restoran di dekat hotel ditraktir oleh mr. Lee, dan dengan bahasa ingglis yang berantakan mereka pesan nasi goreng dan jus jeruk. Kami juga terpengaruh untuk ikut pesan nasi goreng, tapi untuk minumannya kami bertiga sepakat dengan jus alpukat. Nah ketika si minuman ini datang, si mr. Wan tertarik buat mencoba dan dia langsung mengajukan opsi untuk menukar jus alpukat pak Sahat dengan jus jeruk miliknya, tentu saja dia cuma bisa mengiyakan (sebenarnya dia pengen banget lo, soalnya sampai malam hal ini bakal masih menertawakan dia)

    Setelah makan hujan masih juga deras dan bahkan ketika kembali ke kamar ternyata diatas televisi sudah basah kuyup. Alhasil kami minta tukar kamar, dan masih sempat ngisengin pak Cardo yang bingung nyariin kamar. Setelah ngobrol-ngobrol ringan malamnya kami tidur dan bangun keesokan harinya untuk melanjutkan hidup eh tugas maksudnya.

    Sesuai kesepakatan sebelumnya, pak S dan pak C akan ke bandara untuk mengurusi peralatan kami yang terlambat hadir sedangkan saya akan menemani para mr dari China dan menuju ke lokasi proyek terlebih dahulu apabila ternyata pak S terlambat. Nah maka berangkatlah saya dengan para mr dari China ini menuju pulau Halmahera, kami meluncur menuju Sofifi.

    Seharian menunggu hingga matahari mulai miring ke barat, dan akhirnya pak S dan C datang dilanjutkan dengan segala kerepotan mengatur barang, membagi-bagi muatan, dan akhirnya pak S dan C terpaksa harus menumpang mobil umum (kalo ga salah Avanza) sedangkan saya cukup bahagia berada di dalam Strada.

    Perjalanan selama kurang lebih 6 jam yang terasa nyaris seperti satu dasawarsa itu kemudian berakhir juga. Malam ini kami menginap di Sub Pemukiman I, sebuah kawasan pemukiman penduduk yang dibuat dan diatur pemerintah dan dibaurkan dengan penduduk pendatang yang mengikuti program Transmigrasi. Ok capek banget nih, untuk kelanjutan cerita menuju Camp Mer-mer dilanjut di posting berikutnya yah ^_^

    02 October 2008

    Badai memang belum berlalu

    Postingan saya yang waktu itu tentang badai yang datang menghunjam mungkin menunjukkan betapa luluh lantaknya saya. Sekarang setelah beberapa hari berlalu, setelah menghabiskan beratus putaran jarum jam untuk merenung, berpikir, terkadang diselingi berdoa, saya akhirnya bisa kembali menyatukan sebagian kecil potongan2 yang terhempas. Ya, badai itu tidak membunuh saya, badai itu telah membuat saya sadar akan begitu banyak hal. Banyak sekali hal yang saya lewatkan begitu saja dalam hidup ini, aneka konsep dasar yang seharusnya jadi pegangan bagi keyakinan-keyakinan saya.

    Badai itu mengingatkan saya untuk lebih banyak mendekatkan diri dengan Pemilik saya yang sepenuhnya, untuk lebih banyak berusaha memahami-Nya, bukan membantah dan memaksakan egoisme saya, tentu saja berusaha tetap harus dilakukan tapi dalam bentuk perjuangan bukan perlawanan atas sebuah takdir. Badai itu juga mengingatkan saya bahwa saya pernah berjanji untuk untuk tidak pernah menyerah, untuk selalu berlari bahkan bila esok adalah hari terakhir hidup saya, untuk selalu mencari kemungkinan bahwa hari ini bukanlah hari terakhir hidup saya.

    Hempasan badai itu juga yang mengembalikan ingatan saya tentang kesempatan yang hanya akan datang pada mereka yang siap. Sementara saya sendiri masih belum siap dalam menghadapi badai itu, seandainya saya siap mungkin saya bisa menghindari badai itu.

    Atau mungkin juga badai itu datang untuk menunjukkan pada saya bahwa persiapan saya kurang, bahwa saya masih harus menjadi lebih baik lagi, bahwa saya harus lebih kuat lagi. Bisa juga badai ini memang harus hadir, sebab seekor harimau dibesarkan dalam terpaan hujan badai bukan dalam buaian lembut seekor anak kucing.

    Mohon Maaf

    Selamat hari raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Bathin.

    Buat semua orang yang pernah ngerasa pengen kembali ke masa lalu, buat diperbaiki, buat diulangi, buat ngambil keputusan yang berbeda. Kita nggak akan bisa, tapi aku yakin Allah bakal ngasih kita kesempatan buat memperbaiki semuanya, buat memulai sesuatu yang baru lagi. Untuk itu sekali lagi pada momentum yang bahagia ini saya mohon maaf atas berbagai hal yang telah lalu, demi esok yang lebih baik.

    23 September 2008

    Aku pulang, akhirnya

    Akhirnya berakhir juga masa-masa kegelapan tanpa internet selama 3 bulan yang terasa nyaris seperti 3 abad. Saat-saat berhadapan dengan monitor yang terkoneksi dengan internet nyaris menjadi sebuah metafor. Yup, akhirnya saya pulang dari Halmahera, begitu banyak hal yang ingin dibagi, cerita-cerita, pengalaman, pengetahuan, kerinduan,dan mungkin juga secuil oleh-oleh. Sayang ketika kabar kepulangan telah tiba justru muncul sasmita yang tidak biasa, seakan pertanda akan sebuah badai yang akan datang. Dan itulah yang terjadi, kepulangan saya disambut badai yang meluluhlantakkan jiwa raga dan menguncang keyakinan saya. Jadi sekali lagi maaf, sepertinya cerita tntang perjalanan harus menunggu ombak mereda dan badai yang pasti berlalu, yeah, pasti berlalu meski saya tak tahu apa yang masih akan tersisa setelah badai itu berlalu.

    Pernah dengar kata-kata " ...yang tidak membunuhmu akan menjadikanmu lebih kuat" ? Setahun yang lalu badai itu pernah datang menghunjam, menghancurkan nyaris segalanya, hingga akhirnya saya bisa bangkit kembali dan melanjutkan perjalanan dengan sisa kekuatan sambil mencoba merakit kembali puing-puing kehidupan saya. Sekarang, ketika mimpi-mimpi itu mulai tampak badai itu datang kembali, mencoba menghancurkan segala yang tersisa. Badai tahun lalu memang tidak membunuhku, tapi apakah aku telah menjadi lebih kuat sehingga badai itu datang kembali?

    13 June 2008

    Pamit bentar yah

    Lagi-lagi ga bisa nge-blog T_T mau ke sebuah area yang kayaknya (90% pasti) susah cari internet.

    Buat temen-temen sampai jumpa ntar pas libur lebaran,

    buat adindaku tercinta........sabar yah...^_^

    24 May 2008

    Membuat Keputusan

    " Sekali waktu dalam hidup kita mesti membuat keputusan
    atau kita tidak akan pernah melakukan sesuatu"


    Membuat keputusan seringkali menjadi sebuah hal yang tidak mudah, terutama bila keputusan tersebut melibatkan banyak pihak. Bukan saya disini bukan mau ngobrol soal keputusan pemerintah menaikkan harga BBM, karena saya yakin itu pasti cuma bikin bete. Saya lebih ingin ngobrol soal keputusan-keputusan yang kita buat dalam hidup, yang seringkali buat sebagian orang tampak sederhana sedang buat sebagian yang lain bisa menjadi sebuah persoalan serius.

    Dalam usia saya yang sudah lewat beberapa minggu dari seperempat abad, saya telah membuat banyak keputusan yang (pasti) berpengaruh dalam perjalanan hidup saya. Saya masih ingat bahwa dulu saya sering diberitahu bahwa saya baru bisa membuat keputusan sendiri ketika saya telah berusia 21 tahun, saat dimana seseorang layak dianggap dewasa. Jujur saja, sampai sekarang saya tetap merasa bahwa itu konyol, sebab bahkan sebelum saya berusia 21 tahun saya telah banyak membuat keputusan tanpa harus melibatkan orang lain.

    Entahlah, mungkin sekedar keras kepala mungkin juga luapan ego, yang pasti hal tersebut memang berpengaruh besar dalam perjalanan hidup saya. Pilihan - pilihan yang saya buat, keputusan yang saya ambil, telah banyak memberikan warna bagi hidup saya saat ini. Misalnya ketika saya memutuskan untuk ikut pecinta alam, memutuskan dengan siapa saya jatuh cinta, memutuskan untuk kuliah dimana, semuanya saya lakukan sebelum saya berumur 21 dan saya putuskan sendiri.

    Hasilnya? Saya tidak pernah menyesali keputusan saya. Tapi apakah selalu begitu? Nggak juga, kadang saya juga menyesali keputusan saya, meski pada akhirnya saya memaksa diri saya sendiri untuk mengakui bahwa daripada menyesalinya lebih baik melihat sisi positifnya.

    Saya sempat curiga (well saya tidak tahu pilihan kata yang tepat untuk ini apa) bahwa hidup kita ini sebenarnya sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa, bahwa kita sebenarnya tinggal berjalan, kita sebenarnya tidak membuat keputusan untuk menentukan jalan hidup, tapi kita membuat keputusan untuk memahami alasan tentang perjalanan hidup kita.

    Bingung yah? Maafkan deh atas kekurangmampuan saya mengekspose pikiran saya hehehe
    Maksudnya begini, kita seringkali berusaha mati-matian melakukan sesuatu, segala perhitungan telah kita lakukan, nyaris tidak ada celah untuk kegagalan, mulai dari Plan B sampai ke Extremely Back Up Plan sudah kita miliki, toh bisa saja terjadi sesuatu diluar dugaan kita. Tentu saja ini tidak lantas mengarah pada sikap pasrah tanpa usaha, sebab meski mungkin tanpa usaha juga adalah sebuah bagian dari garis hidup namun tetap ada yang membedakannya.

    Jadi hubungannya begini, kalau kita berusaha keras dan gagal maka kita bisa belajar dari kegagalan kita, sedangkan kalau kita tidak berusaha dan gagal maka kita nyaris tidak mendapat apapun. Nah? Sudah mulai paham?

    Jadi ketika kita telah mengambil keputusan dan melakukannya maka kemudian kita akan memahami kenapa keputusan itu kita ambil. Mungkin butuh waktu lama untuk memahami akibat atau manfaat dari keputusan yang kita ambil. Bahkan meski mungkin keputusan itu terasa pahit awalnya, mungkin itu adalah proses hidup yang harus anda jalani untuk mencapai tahap lain dalam hidup anda.

    Yah semoga dengan berbagi seperti ini saya jadi lebih berani dalam mengambil keputusan. Semuanya, minta doa, saya akan mengambil salah satu keputusan besar dalam hidup saya.

    23 April 2008

    Sore di Jawa timur

    Beberapa waktu yang lalu saya pulang, ke rumah, ke Madiun. Bukan untuk berlibur memang, saya pulang karena ada kabar bahwa ibu saya akan masuk rumah sakit untuk penanganan jantung koroner. Berhubung saya bukan dokter dan posting kali ini memang bukan untuk membahas soal jantung, jadi saya akan menulis soal hal lain saja ya. BTW operasinya berjalan lancar.

    Saya pulang ke madiun dengan naik kereta, dan meskipun saya naik kelas eksekutif yang (seharusnya) lumayan nyaman saya masih berharap Indonesia punya kereta kelas dunia yang punya kecepatan 200km/jam, jadi jarak jakarta madiun bisa ditempuh dalam waktu 4-5 jam. Yah tapi seprtinya itu masih jauh. Akhirnya setelah kurang lebih 10-11jam menempuh perjalanan, akhirnya sampai juga saya ke rumah.

    3 hari di rumah tidak banyak kegiatan yang saya lakukan, sampai akhirnya hari kamis saya pergi ke Surabaya, via Sidoarjo, dan disinilah ide postingan kali ini muncul.

    Saat dalam perjalanan menuju Sidoarjo, dimana nantinya saya harus berhenti di Bypass Krian, hujan turun dengan cukup meyakinkan, ya hujan, bukan gerimis tapi juga bukan hujan deras. Suasana saat itu kira-kira adalah sebuah kombinasi yang pas antara tetes-tetes air kelabu yang berkilau dan berebut membasahi bumi, gumpalan awan tipis yang berusaha keras mencegah sinar mentari menembus celah-celahnya, yah pokoknya pas lah. Hujan memang selalu membawa sentimental berlebih untuk saya, dan menyusuri jalan-jalan itu jadi sebuah reuni panjang yang menyenangkan sekaligus mengingatkan saya untuk menengok kebelakang dan melihat seberapa jauh saya melangkah.

    Akhirnya satu setengah jam selewat tengah hari saya turun di bypass krian dan melanjutkan perjalanan dengan angkota. Dari bypass saya harus naik angkota menuju terminal angkota di daerah pasar krian, kemudian disitu dilanjutkan dengan angkota lain ku jurusan sidoarjo. Sambil menunggu angkota yang sedang menunggu (~_~' ughh...) saya beli segelas es cingcau, yang dalam bahasa setempat dsebut janggelan atawa cao. Suasana terminal tentu saja mirip dengan kebanyakan terminal di negara ini, yah pokoknya kalau menurut menteri kesehatn tidak higienis lah, yah tapi sejak kapan saya jadi mempedulikan hal seperti itu, jadi tetap saja saya nikmati es cao itu tanpa mempedulikan apakah airnya mateng ataau tidak, apakah gulanya adalah pemanis buatan atau gula dapat dari pabrik gula, apakah caonya dibuat dengan tangan kanan atau tangan kiri. Beberapa menit kemudian angkota dihadapan saya nyaris penuh, jadi saya bayar es tersebut (Rp1000) dan langsung masuk ke angkota. Kalau biasanya di Bandung atau Tangerang naik angkot dengan komposisi 7-5 sudah terasa penuh maka di sini masih ditambah lagi 3 orang di bagian tengah yang duduk di bangku kayu atawa biasa disebut dingklik.

    Ini jelas bukan pertama kalinya saya naik angkot, tapi disini naik angkot memberikan suasana yang berbeda. Entah karena saya sudah terlanjur terbawa romantisme masa lalu atau memang suasananya pas untuk bersikap sok sentimentil, yang pasti saya menikmati sesuatu yang berbeda disini. Penumpang dan sopir terlihat lebih menyatu, kadang sopirnya asal nyeletuk kadang antar penumpangnya yang ngobrol dengan santai meski mereka baru saling ketemu (jarang banget yang seperti itu di Bandung, apalagi Jakarta)

    Seakan masih belum cukup, mendung sore itu benar-benar indah, yah benar-benar mengingatkan akan waktu-waktu yang telah lewat. Perasaan jadi campur aduk ^_^ boleh kok dibilang norak ataupun sok cengeng tapi itu yang saya rasakan. Saat itu saya diingatkan kembali tentang SORE ya sore, bagian waktu yang sering lewat begitu saja tanpa disadari. Di Jakrta sore lewat begitu saja, mungkin tergilas tanpa sengaja waktu kita pulang kerja, mungkin terhambur begitu saja ketika kita merambat di jalan-jalan ibukota.

    Disini, di kota kecil dibagian timur pulau ini, seperti juga di kota-kota lain di Jawa Timur (hehehe East Java Uber Alles dah) sore adalah bagian waktu dimana orang melewatkan waktu santai mereka dengan kondisi serba setengah, setengah santai setengah serius, setengah lapar setengah kenyang, setengah ngantuk setengah terjaga. Bukan, ini bukan acara tidur siang ala Mexico yang biasa disebut siesta, inilah sore hari (Jadi ingat Umar Kayam)

    Setelah beberapa saat didalam angkot maka turunlah saya di depan GOR Sidoarjo, masuk ke rumah kakak saya, ke kamar mandi, nyari minum dingin cemilan dan bahan bacaan, kemudian ditelpon untuk berangkat ke rumah sakit.

    Yah yang pasti operasi sudah selesai, nyokap baik-baik saja, dan saya pulang kembali ke Tangerang. ehm...segini dulu deh, mau lanjut kirim-kirim lamaran kerja