22 March 2021

"Te vere otro dia"

 Kecupnya serupa rahasia

dihantar dalam bisikan yang hening

dan kilas yang sekedar lintas

tersembunyi namun tetap terjadi


Kelembaman lembut yang menekan

menyisakan misteri yang tak habis kurasai

serupa sebuah reuni esoteris

tentang sejarah yang sentimentil  


Berserah aku terhempas ke masa lalu

tercekat dalam alun gerakmu

membadai kenangan menghunjam ingatan

gigil aku dalam beku luka lama 


ah, mengapa mesti melayang awang-awang

berjumpa lagi di simpang raya kehidupan

hanya untuk ditelan debur penyesalan

tetap saja kutelan doa "Te vere otro dia"

Bandung Oktober 2003

 Pernah kucoba menulis jejak kita

dibawah lampu di sisi jalan yang kita sebut trotoar

yang bila siang jadi halte dan tempat parkir mobil

namun bila malam jadi warung bubur ayam favoritku

yang juga menjual jus jambu kesukaanmu


Pernah juga kucoba menulis jejak kita

pada hutan dan rel kereta di seberang kampus

yang pernah kita lalui kemarin

sambil duduk diatas motorku menunggu kereta melintas

tapi tidak sambil berpelukan

katamu malu dan aku iyakan


Namun agar kamu tak lupa 

kutinggalkan sepotong pesan

dipinggir meja komputer, disamping kasur lipat

di tempat kita biasa melepas cerita 

tentang dunia yang entah mengapa

dan hidup yang bersikejaran dengan entah siapa


Mungkin kamu tak akan lupa

meski aku tahu itu sering kau coba

Mungkin juga aku yang terlalu lama bermimpi

meski kau tahu hanya itu yang aku miliki


waktu kita terlampau sesaat

persimpangan teramat pesat

keadaan melintas cepat 

dan kita kehilangan sempat


Malam ini aku ingin mengeluh

bayangmu semakin jauh

17 February 2021

Awalnya kita

Kita menapak mula di sini

Saat pucuk pinus basah oleh kabut

Senyummu membusurkan pelangi

Tumpah cahaya di ujung sedak dada

Ah...bagaimana aku bisa lupa?


Adalah suatu malam...

yang berhias cerita

Tentang seorang pangeran ,

Yang jatuh hati pada bidadari


Cinta yang serupa dupa, luruh menebar wangi sendu

Seperti kelopak-kelopak ratna dipelataran pura


Lihatlah kekasih, 

takdir telah melepaskan tali kekangnya

Mari kita bercinta lewat kidung-kidung renjana ,

Reguk manis asmara di percikan tirta


Wahai kekasih,

Tatapanmu adalah cahaya di tungku asmara 

Hangatkan kisah cinta

Hingga bermuara di bening nirwana

01 February 2021

Malam itu

Kalau boleh aku mengenangnya
Kau dan aku duduk sebelah menyebelah
Kau tak bicara pun aku hanya diam
Hanya sesekali gemerisik daun jambu mengusik

Aku sibuk dengan isi kepalaku
Kau sibuk dengan degup jantungmu
Kau masih membisu pun aku tetap bungkam

Aku menyerah
Kugapai jemarimu kutempelkan di keningku
Kurengkuh tanganmu dan bersandar disana
Kau terhenyak, bibirmu nyaris bersuara
Namun lekas kubentak
"Sudah diam, aku demam, bantu aku agar api ini lekas padam"
Kau urung bicara, tapi kurasa mukamu jadi merona

Jauh setelah kenangan itu
Kalau boleh kusebut demikian

Kau masih membiarkanku bersandar
redakan demam dan dendamku
padamkan keluh dan marahku

Terima kasih
Bagi tangan yang menjaga diriku
Bagi jiwa yang memeluk jiwaku
Dan bagi hati yg melingkupi hatiku



Dikisahkan dari sebuah masa dimana kamu dan aku bahkan belum pernah terpikir tentang kita

Seiring sejalan kita pernah

Tapi kini menyamakan langkah saja susah
Apa mungkin kita terlalu lelah
Yang selama ini mudah malah menjadi payah

Bila memang telah kau goyah
Biar aku saja yang melangkah
Mungkin sekarang cukup sudah
Aku mesti menentukan arah

Tak perlu pikirmu jadi resah
Ini hanya jalan yang terpisah
bukan berharap engkau enyah
Sekejap mungkin akan gundah
Namun tak lama, dan kita akan sama bahagia, percayalah 




Ditulis karena lagu "Kahitna, Cinta Sendiri" berkali melintas di playlist

*Biar aku yang pergi
Bila tak juga pasti
Adakah selama ini aku cinta sendiri
Biar aku menepi, bukan lelah menanti*