11 April 2018

Coretan di selembar tisu

Re-Post;Kopipahit69

Sore hari, hujan baru berhenti, diluar sana entah ada pelangi atau cuma langit kelabu. Dulu saya suka bau tanah setelah hujan tapi saat ini setelah hujan aroma yang tercium justru makin tidak jelas, padahal katanya ini adalah saat yang tepat bagi seorang pria untuk bersikap melakonlis.

Pintu terbuka, seorang pria masuk, masih muda, penampilannya tipikal pegawai kantoran. "Ehm... Mocha Latte" Sambil mengangguk saya ambil sebuah cangkir, menyiapkan pesanan dan kemudian meletakkannya dihadapannya "Saya bukan penggemar pahit" katanya sambil tersenyum "saya juga bukan penggemar kopi sebenarnya". "Mungkin sepulang dari sini anda akan berubah menjadi seorang penggemar kopi" balas saya sambil tersenyum.

Dituangkannya dua sachet gula, diaduk, ditiupnya cangkirnya dan diteguk sedikit dan kemudian memandang saya "saya tidak yakin bakal jadi penggemar kopi tapi saya suka tempat ini"
"Tidak apa-apa, siapa saja boleh berkunjung kemari meski bukan seorang penggemar kopi. Kadang kopi cuma jadi pelengkap di sela obrolan mereka" jawab saya. Awalnya memang saya ingin menjadikan tempat ini sebagai tempat menikmati kopi yang sebenarnya, pada perkembangannya banyak juga yang menjadikan tempat ini sebagai sarana melepas penat, dan akhirnya saya harus menyerah pada selera pasar.

"Saya suka tempat ini, suasananya nyaman, seakan-akan saya telah meninggalkan semua beban saya diluar sana" katanya sambil melepas jaketnya, melipat dan meletakkannya di pangkuan. "Begitulah, kadang hidup kita yang indah ini bisa terasa sangat melelahkan" Dia tersenyum "Ha...ha...saya pikir master tidak pernah lelah" "Oi...?? Saya kan juga manusia" jawab saya

"Sebenarnya saya juga sedang lelah, ada seseorang yang membuat saya merasa begitu"
"Ehm...pasangan anda?" saya mencoba bertanya, meski biasanya tanpa saya tanya pun mereka akan melanjutkan ceritanya. "Bukan, emmm....bagaimana ya..." dia terdiam untuk beberapa saat "seorang lelaki, mantan pacar dari kekasih saya" Saya cuma bisa mengangguk-angguk sambil mengangkat alis. "Apakah dia mengganggu hubungan anda?"

"Tidak juga, ehm buat saya itu memang mengganggu, tapi...." dia tidak meneruskan kata-katanya, saya juga ikut diam karena saya tahu dia tidak butuh pertanyaan.
"Laki-laki itu adalah seseorang yang sangat istimewa buat kekasih saya, dia nggak cuma sekedar mantan pacar, lelaki itu juga seorang kakak, sahabat, rival, ah entahlah yang pasti dia teramat istimewa di mata kekasih saya" sepertinya sebuah situasi yang cukup kompleks "Tapi dia memilih anda kan?" kata saya, lebih sebagai sebuah pernyataan daripada sebuah pertanyaan.

"Ya, dia memilih saya, bahkan kami sudah membicarakan tentang pertunangan, tapi tetap saja saya merasa terganggu" sahutnya sambil agak bersungut. Dua orang pria masuk, memilih meja disudut, segera saya menghampiri mereka, Esspresso dua, Croissant, satu spaghetti dan onion ring. Sepuluh menit kemudian saya hantarkan pesanan mereka dan saya kembali berdiri di counter, mengelap cangkir dan tatakan sambil tersenyum memandang lelaki itu.

Dia membalas senyuman saya dan melanjutkan ceritanya "Saya benci mengakuinya, tapi lelaki itu memang istimewa, yah meskipun saya sangat membencinya" dia meneguk lagi Latte nya "Dia siap melakukan apapun untuk kekasih saya, dan apa yang saya maksudkan dengan apapun adalah apapun"
"apapun...." kata itu sengaja saya biarkan menggantung. "Ya, apapun, saya tidak tahu mesti bagaimana menggambarkannya, lelaki itu lebih memahami kekasih saya daripada saya sendiri, dia tahu apa yang harus dilakukan ketika kekasih saya marah, ketika kekasih saya tiba-tiba diam, bahkan dia bisa mengetahui apa yang diinginkan oleh kekasih saya tanpa kekasih saya harus berkata apapun"
"Uhm...saya curiga kalau dia seorang cenayang (Tentu saja kalimat ini saya ucapkan dalam hati)"Seharusnya saya adalah sang pangeran buat kekasih saya, tapi lelaki itu adalah ksatria pelindung baginya, say membelikan sebuah apartemen untuk kekasih saya tapi lelaki itu memberikan rumah dengan pintu yang selalu terbuka bagi hatinya, kadang saya merasa bahwa lelaki itu lebih pantas bersama kekasih saya"

"Apakah anda tidak berlebihan? mungkin itu cuma karena anda cemburu? mungkin juga lelaki itu sudah tidak lebih dari sahabat bagi kekasih anda?"

"Itulah yang selama ini selalu coba saya yakini, saya berusaha menjadi yang terbaik buat kekasih saya, tapi saya tetap tidak bisa membuang perasaan itu" terbayang sedikit senyum getir dibibirnya

"It's complicated yah?" komentar yang tidak penting, saya tahu pasti rasanya tidak nyaman.

"Mungkin karena saya bukan penggemar kopi, berat buat saya menghadapi hal-hal pahit seperti ini"

Saya cuma bisa berkomentar datar "Kadang pahit itu nikmat, tapi kalau untuk apa yang anda alami mungkin anda harus lebih membuka komunikasi, dengan lelaki itu, dengan kekasih anda, dan cobalah untuk tidak terlalu melibatkan emosi"

"Yah seperti kopi digelas ini, dibalik pahitnya ada sekecap rasa manis, saya akan coba bicarakan soal ini dengan kekasih saya" Diletakkannya selembar uang yang cukup untuk membayar 2 cangkir kopi, dijabatnya tangan saya "Master, terima kasih atas sore ini" Saya tersenyum sembari masih menggenggam erat jabat tangannya saya berkata "anak muda ingatlah, yang pahit jangan terlalu cepat dimuntahkan, yang manis jangan terlalu cepat ditelan"

Saat saya membereskan gelasnya saya melihat tisu yang dicoret-coret oleh lelaki itu

""Aku benci lelaki itu
karena meski aku adalah pangeranmu
dia adalah ksatria pelindungmu

Aku benci lelaki itu
karena meski kuberikan istana untukmu
dia berikan dunia bagi hatimu

Aku benci lelaki itu
karena meski kau berikan tubuh dan hatimu padaku
kauberikan dia mimpi-mimpimu""


Tampak pahit....

No comments:

Post a Comment