11 April 2018

Lelaki kusut sore hari itu

Re-Post;Kopipahit69


Selamat datang, saya tidak tahu definisi tempat ini, warung jelas bukan disebut cafe pun sebenarnya kurang pas (cuma ada sebuah counter dan 5 kursi), ini adalah sebuah sudut tempat orang-orang datang dan menikmati kopi. Bagaimanapun tempat ini butuh nama, jadi selamat datang di cafe KOPI PAHIT 69.

Biasanya para pengunjung memanggil saya master, tentu saja bukan karena saya seorang kung fu master ataupun coffe master, saya sendirilah yang membiasakan pengunjung saya memanggil begitu. Mungkin karena saya terlalu banyak menonton anime semacam "Get Backers" atau bisa juga karena terpesona figur Falcon si pemilik Cafe Cat's Eye.

Pengunjung tempat ini beraneka ragam, pekerja kantoran, mahasiswa, ibu muda, pengangguran dan aneka pribadi lainnya. Mereka unik bukan semata karena apa yang mereka kenakan, pilihan kopi mereka, latar belakang pendidikan mereka ataupun apa yang mereka bawa, bukan, mereka unik karena mereka semua memiliki kisah yang berbeda.

Seperti juga pengunjung saya sore ini, seorang pemuda, usianya mungkin pertengahan 20, bajunya agak kusut, mungkin bukan tipe yang melewatkan hari kerja di depan monitor atau tumpukan file. Dia duduk di depan counter "Cappucino dingin yang large" katanya "dan tidak usah terlalu banyak krimnya. Sambil menyendok es batu dan memasukkannya ke juicer saya sempat melihat dia mengeluarkan tisu basah, mengelap mukanya yang kusam karena debu dan partikel asap knalpot yang menempel di minyak wajahnya.

"Silahkan, iced cappucino gelas besar" bibirnya bergerak sedikit, tersenyum, wajahnya tak lagi kusam namun ekspresinya masih kusut. Diminumnya sepertiga isi gelas itu kemudian diletakkan kembali sambil diiringi helaan nafas panjang. Masih dengan senyum yang agak dipaksakan dia bercerita tentang seorang wanita.
"Saya yakin master juga pernah muda..."

Tentu saja, karena saya lahir tidak langsung tua batin saya, kemudian dia melanjutkan kalimatnya

"Semalam saya menginap di rumah .....(dia menyebut nama seorang wanita, mirip dengan sebuah merek pengharum ruangan,saya lupa, yang pasti bukan Bayfresh apalagi Baygon)

"...dia bukan kekasih saya, dan kami juga tidak pernah meributkan apa status hubungan kami. Saya mengenal dia sejak beberapa bulan lalu dan hubungan kami menjadi lebih dekat sejak saya bermasalah dengan pasangan saya"

"...hemm" Saya masih mendengarkan, sambil mengelap cangkir dan tatakan yang baru dicuci. 

"Ngobrol dengan dia rasanya seperti ngobrol dengan teman lama, akrab, ringan, hangat"

Saya tersenyum sambil melipat lap "Chemistry" gumam saya

"Iya, nyambung, tapi..." kalimatnya terputus, dia mengangkat gelas, meneguknya dan lagi-lagi mengakhirinya dengan helaan nafas panjang.
"entahlah, dia baik, easy going, secara fisik dia juga menarik, tapi..."

"tapi?"

"ehmmm... dia lebih tua dari saya, kami berbeda keyakinan, dan dia juga seorang perokok"

"Tapi bukan itu kan yang menjadi masalah?" kata saya sambil tersenyum

"Yah begitulah, saya menyukainya" tapi buru-buru disambungnya kalimatnya "sebagai teman"
"Saya sangat mencintai kekasih saya, atau lebih tepatnya mantan kekasih saya, memang butuh banyak perjuangan agar bisa bersamanya, tapi saya sangat mencintainya"

Saya tahu dia sungguh-sungguh ketika mengucapkan kalimat tersebut

"Saya merasa untuk mempertahankan hubungan ini saya harus terus berlari, sementara dengan wanita yang baru ini saya bisa santai, tidak ada keharusan, karena hubungan kami tidak memiliki status, tidak ada tuntutan, karena kami bukan siapa-siapa, mungkin cuma sekedar teman yang ditemui diperjalanan"

"Ehm...kadang bahkan meski cuma sekedar berjumpa di jalan bisa saja dia menjadi teman kita sepanjang perjalanan, bisa juga kita menjadi sangat kehilangan ketika kita harus menempuh jalan yang berbeda" kata saya mencoba bijak

"Saya dan dia tahu itu, dia tahu saya masih dan mungkin akan tetap mencintai pasangan saya, dia tahu bahwa saya mungkin tidak akan pernah mencintainya, dia juga tahu..." kalimatnya berhenti sesaat "...bahwa saya cuma menjadikan dia pelarian"

Ganti saya yang menghela nafas panjang

"Semalam kami membicarakan itu semua"

"Bukankah itu menyakitkan?"kata saya

"Yah itu membuat saya merasa tidak nyaman, dan saya tahu dia juga begitu, meski hal itu coba disembunyikan di balik senyumnya"

Saya tersenyum, datar, saya paham apa yang dia rasakan meski saya tidak juga membenarkan ataupun menyalahkannya, empati.

"Saya merasa bersalah terhadap mantan kekasih saya, terutama setelah apa yang saya lakukan" dia memutar-mutar gelas sebelum menghabiskan sisa cappucinonya "saya tidur dengan wanita itu, dan dan mantan saya mengetahuinya, dari saya sendiri" dia menghembuskan nafas kuat-kuat, seakan mencoba meingankan beban di dadanya "Saya menyesal menceritakan hal tersebut pada mantan kekasih saya"

"Tidak perlu menyesal, justru dengan jujur kamu telah menunjukan penyesalan dan permohonan maafmu"

"Mantan kekasih saya menangis, dia bilang dia kecewa"

"Mungkin karena dia masih mencintaimu"

"Kami berpisah karena dia memilih lelaki lain, seharusnya hal ini bukan sesuatu yang akan membuat dia meneteskan air mata"

Ternyata, bahkan setelah hidup ribuan tahun, wanita masih merupakan misteri terbesar bagi seorang pria.

Dihabiskannya sisa es batu yang telah mencair dan bercampur endapan kopi, kemudian bangun dan meletakkan selembar uang "Master terima kasih yah, atas kopi dan telinganya" Tersenyum, membalikkan badan dan melangkah keluar. 

Saya membalas senyumannya, membereskan gelas dan mengelap counter.

No comments:

Post a Comment