09 July 2007

Kehidupan yang Adil dan Beradab

Beberapa hari yang lalu ada berita yang mengejutkan sekaligus menyedihkan, bukan soal kecelakaan bis pariwisata sekolah ataupun meninggalnya beberapa anak di gunung Salak, berita kematian adalah hal yang wajar. Berita yang menyedihkan, meskipun juga sudah dianggap wajar, adalah mengenai dihukumnya 2 orang yang (mungkin) mencuri 10kg bawang seharga Rp.60.000.
(http://www.kompas.com/kompas-cetak/0707/06/metro/3664672.htm)

Kalau anda bukan tidak up to date dengan berita macam begini mungkin anda heran, apa istimewanya berita seperti ini hingga disebut menyedihkan? bukankah tiap hari selalu ada berita semacam ini. Bagian menyedihkannya adalah pada vonis halim sebesar 8 bulan untuk mereka ini, sedangkan pada hari yang bersamaan ada beberapa koruptor dengan nilai hasil korupsi sekitar 14 Milliar mendapat vonis 1,5 tahun.
(http://www.kompas.com/kompas-cetak/0707/06/metro/3664833.htm)

Hal ini memang bukan barang baru di dunia peradilan kita, bahkan saking seringnya hal ini nyaris dianggap kesalah-kaprahan yang wajar.

Buat sebagian orang hal ini pasti mengusik rasa keadilan, banyak orang yang bakal mempertanyakan keadilan pada hukum dan sistem peradilan kita, dan pasti banyak juga orang yang tidak terima dengan hal diatas. Keadilan memang sesuatu yang absurd, (sesuatu yang mustahil atau membuat tertawa), nyaris tidak bisa ditentukan standar yang tepat untuk keadilan.

Mungkin buat anda yang bukan anak tunggal pernah merasa mendapat perlakuan tidak adil, mungkin karena adik atau kakak anda mendapat uang saku lebih banyak ataupun karena anda merasa orang tua anda lebih sayang pada kakak atau adik anda. Bisa jadi rasa tidak adil ini muncul ketika anda bersekolah, mungkin teman anda lebih disayang guru ataupun karena teman anda mendapat kesempatan yang tidak anda dapatkan. Bahkan setelah anda bekerja ketidakadilan mungkin masih terus ada, teman anda lebih cepat naik pangkat ataupun mendapat gaji yang lebih tinggi adalah sebagian kecil hal yang membuat anda merasa bahwa hidup tidak adil.

Adilkah hidup?

Biasanya sih tidak, terutama bila kita yang menentukan standar. Dalam menilai keadilan bagi diri sendiri kita mungkin akan menetapkan standar yang berbeda dengan bila kita menilai keadilan bagi orang lain. Apalagi bila orang lain mendapatkan sesuatu yang lebih baik daripada kita. Kadang hidup menjadi tidak adil juga karena kita berusaha menilai keadilan yang begitu luas ini dengan standar dan perspektif kita yang sempit ini. Adil jelas bukan berarti semuanya mendapatkan yang sama, akan tetapi tidak mendapat yang sama atau sebanding juga kita anggap tidak adil. Ya itulah yang dinamakan absurd.

Beberapa kali orang-orang di dekat saya curhat karena merasa mendapat perlakuan tidak adil, mulai dari perlakuan atasan di kantor yang cenderung memilih berdasarkan tampang atau kedekatan personal daripada kemampuan, ataupun merasa tidak adil karena teman si kawan tidak mau dititipi absen padahal sering nitip absen, ke soal sang ortu yang sering pilih kasih, hingga saya sendiri yang merasa tidak adil saat motor saya yang kemalingan padahal teman sayalah yang sering malas mengunci pagar.

Bahkan bila keadilan itu menyangkut Tuhan, kita juga sering merasa tidak adil ketika orang yang kita anggap baik mati cepat sedang ada banyak penjahat yang panjang umur. Atau bisa juga kita merasa tidak adil ketika banyak orang kecil menderita karena bencana alam sedangkan orang-orang kaya yang duitnya nggak jelas darimana asalnya malah hidup tenang di kota.


Keadilan mungkin memang bukan untuk dibicarakan, mungkin kita memang cuma bisa berusaha berlaku adil sambil berharap kita juga akan diperlakukan adil. Kalau toh kita tidak langsung mendapatkan keadilan, suatu saat kita pasti akan mendapat balasan dari apa yang telah kita perbuat untuk yang baik ataupun yang buruk. Ya, ini berlaku untuk setiap orang, baik yang percaya ataupun tidak. Untuk penutup posting kali ini mungkin lirik lagu mas Iwan terasa pas.



Di negeri ini apa saja bisa terjadi
Untuk mendapatkan keadilan
Kalau perlu membeli

Yang hitam bisa menjadi putih
Yang putih pun begitu
Terhadap yang benar saja sewenang wenang
Apalagi yang salah

Sebenarnya ini cerita lama
Tapi nyatanya sampai kini
Masih sama

Banyak pengacara berjaya karenanya
Pengangguran banyak acara itulah dia
Tekak tekuk hukum sudah menahun
Pengadilan bagai sarang para penyamun

Hukum mudah dipermainkan
Pasal pasalnya mulur mungkrek
Sampai kapan ini berjalan
Kok semakin hari bertambah ruwet

Kalau mau menang harus punya uang
Yang bokek tak masuk hitungan

No comments:

Post a Comment