07 June 2009

Kematian itu seharusnya membebaskan

Suatu pagi, beberapa waktu yang lalu. Sebuah pesan singkat masuk ke telepon saya, seorang kawan meninggal dunia, menurut si pengirim kawan saya ini meninggal karena sakit. Selang beberapa hari senuah pesan singkat yang lain masuk, ibu dari seorang teman, meninggal dunia. Pesan singkat ini seakan hadir untuk ikut mengingatkan setelah beberapa hari ini saya terpikir-pikir mengenai kematian. Kematian bukanlah hal yang akrab kita perbincangkan dalam kehidupan kita sehari-hari, meski nyaris tiap hari kita disuguhi dengan berita pembunuhan, kecelakaan, atau bahkan kematian massal dalam perang.

Mungkin karena itu kematian milik orang lain.

Sangat jarang kita berbincang tentang kematian yang akan kita hadapi, karena menimbulkan rasa takut atau tidak nyaman kita kemudian menganggap kematian sebagai hal yang nyaris tabu dibicarakan. Kematian adalah sebuah bencana, musibah atau malapetaka, kehadirannya dalam pikiran kita hanya akan dibarengi dengan kemuraman dan kesedihan.

Kematian lebih mengerikan daripada menderita penyakit, menjadi miskin, atau hal-hal minor lainnya karena kematian tidak dapat disembuhkan atau dibalikkan keadaannya (unrecoverable). Ketika sakit kita masih bisa berharap sembuh, ketika miskin kita bisa berharap kaya, tapi apakah kita bisa berharap dapat hidup kembali setelah kematian? Tentu saja yang saya maksudkan adalah hidup kembali didunia ini. Ketidak mampuan untuk kembali pada kondisi semula inilah yang membuat kita merasa takut. Kita menjadi terputus dengan semua hal yang ada, semua orang, dunia kita, benda-benda kesayangan kita.

Ya, saya sendiri masih takut dengan kematian. Sebagian karena saya merasa tidak siap menghadapi konsekuensi hidup yang telah saya jalani, sebagian lagi karena takut kehilangan hal-hal yang (saya rasa) telah saya miliki.

Selama kita masih merasa memiliki sesuatu maka kita akan takut kehilangan.
(If you got NOTHING, you got NOTHING to lose)

Bukan ingin mempengaruhi anda untuk meninggalkan apa yang telah anda miliki, bukan pula untuk menyarankan anda berhenti mengejar apa yang ingin anda miliki, cuma ingin berbicara sendiri, tentang kematian yang pasti datang, tentang kehilangan yang pasti menjelang.
Memang baik mengejar mimpi, tapi alangkah indahnya bila sekali waktu kita mengingat akan mati, mengingat akah akhir dari dunia kita. Dan semoga hal itu yang akan membebaskan kita dari ambisi duniawi yang berlebih.

......ah saya cuma ngunandhika, nggreneng sendiri, bukan sok berlagak sufi.


(Diupdate sehari setelah diposting)

Waktu mencuci baju malam ini tiba-tiba saya merasa harus menulis ini. Sebenarnya posting ini seharusnya berjudul "Komm Susser Todd" atau 'Come Sweet Death'. Seharusnya juga dalam posting ini saya bercerita tentang saya yang tiba-tiba ingin melepaskan semuanya, untuk tidak hanyut dalam harapan-harapan, untuk lebih menjalani hidup dengan mengalir, untuk tidak terperangkap mengejar utopia saya. Tapi ternyata saya tidak bisa, saya masih takut, takut mati, takut melepas mimpi, takut berhenti mencari harmoni. Ah saya belum siap menjadi air yang mengalir, masih saja merasa diri ini api.

No comments:

Post a Comment