16 November 2006

Budaya Kekerasan

Dulu mungkin anda, seperti saya juga, diajarkan bahwa bangsa kita ini adalah bangsa yang ramah, bangsa yang gemar menolong, dan saya (pada waktu itu) memang merasa demikian. Saya merasa bangga hidup di sebuah negara yang penduduknya begitu ramah, gemar menolong dan suka tersenyum. Entah karena saya yang belum cukup dewasa dan belum cukup pandai untuk memahami bahwa itu bukanlah wajah yang sebenarnya dari bangsa ini.

Bertahun kemudian saya mengetahui bahwa bangsa ini juga sama seperti bangsa yang lain, terdiri dari manusia yang beraneka ragam. Dan seperti juga semua manusia biasa pada umumnya, bisa tersenyum, bisa gembira, dan bisa juga marah atau bahkan mengamuk. Amuk massa, sebuah istilah yang akhir-akhir ini jadi kerap muncul, sebuah istilah yang menggambarkan keadaan dimana massa dalam keadaan marah dan melakukan tindakan yang bersifat kekerasan atau meluapkan kemarahan. Kekerasan memang bukan hal baru dalam kehidupan kita, dia cuma berubah wujud. Kekerasan sudah ada bahkan sejak jaman nabi Adam, dan terus ada hingga ke anak cucunya yang berjumlah milyaran ini.

Lantas mengapa bangsa kita ini dikenal sebagai bangsa yang santun, ramah dan baik hati?

Apakah karena bangsa ini pernah merelakan diri dijajah ratusan tahun? ataukah karena kita ini memang bangsa yang cuma bisa tersenyum dan manggut-manggut mengiyakan? semoga bukan begitu. Bila kita merujuk arti kata 'budaya' sebagai sebuah hasil karya cipta rasa dan karsa manusia, maka kekerasan adalah juga sebuah budaya. Lantas sejak kapan bangsa ini mengenal budaya kekerasan?

Sejak dulu kala!, sejak zaman kerajaan-kerajaan yang bertebaran di sekujur Nusantara, kita sudah mengenal kekerasan. pembantaian, perebutan kekuasaan, pengkhianatan, hingga ke perang besar-besaran menghiasi sejarah negeri kepulauan ini, dan tumbuh seiring dan saling mempengaruhi dengan kebudayaan lain seperti, seni, arsitektural, bahasa, dan budaya-budaya lainnya. Akulturasi yang terjadi bisa dilihat dalam tari yang menampilkan atau menggambarkan adegan perang/perkelahian, atau bisa juga dalam hal-hal seperti sabung ayam, adu jangkrik, dan hal-hal yang juga menyerempet kekerasan lainnya. Dan kadang kita memang menikmati kekerasan, entah sebagai penonton atau sebagai pelaku.

Tapi kita pernah dikenal sebagai negeri yang penduduknya sopan, ramah dan baik hati lho?! Pernah lho?!

Ya, pada masa orde baru kita memang dikenal seperti itu, tapi yang terjadi sebenarnya pada saat itu kita justru dididik untuk terbiasa dengan kekerasan. Sementara kita dininabobokan dengan kenyamanan, kekerasan berpusar disekeliling kita, semakin pekat dan akhirnya ketika orde baru berubah bentuk (ya, ordenya berubah, tapi toh keadaannya tetap) pusaran tadi menelan kita. Dan bangsa ini menjadi begitu terbiasa untuk meluapkan perasaannya (karena efek rasa bebas?) yang sayangnya justru seringkali negatif.

Dengan berbagai label kita berusaha mewajarkan sebuah tindak kekerasan, entah label agama, atas nama kelompok, atas nama rakyat, atau karena merasa sebagai korban, dan yang paling menyedihkan seringkali juga dengan membawa nama Tuhan atau demi kebenaran.

...dan kekerasan mungkin masih akan terus mewarnai kehidupan kita...




No comments:

Post a Comment