02 November 2006

Maaf

Puasa berakhir, bukan dengan kemenangan diri
tapi dengan kesediaan berbagi.

Meminta maaf, bukan agar dosa dihapuskan
tapi karena dosa diakui.

Memberi maaf, bukan karena keluhuran budi
tapi karena kita terlalu fana untuk menghakimi

Di Idul Fitri ini, semoga kedaifan kita temukan kembali


Kata-kata diatas saya cuplik dari surat kabar Jawa Pos, kalau tidak salah penulisnya adalah Goenawan Muhammad. Yup, lebaran baru berlalu beberapa hari, masih banyak orang-orang yang saling bersalaman, masih banyak acara halal-bihalal diadakan, masih ada acara-acara silaturahmi, tapi apakah ini benar-benar sebuah acara saling maaf-memaafkan ataukah sekedar acara formalitas belaka tentu diluar pengetahuan saya.

Begitupun apa yang saya rasakan, seringkali buat saya acara salam-salaman, kegiatan saling mengucap mohon maaf lahir dan bathin, justru sekedar menjadi sebuah basa-basi belaka. Kadang hal itu terjadi karena baru saja kita saling bermaafan sudah ada kesalahan baru, baik salah ucap, ataupun ada tindakan yang membuat saya tersinggung kembali, atau bisa juga karena saya merasa ini hanyalah sebuah permohonan maaf satu arah. Maksudnya, saya minta maaf kepada seseorang sedangkan orang tersebut tidak meminta maaf pada saya, entah karena dia merasa tidak punya salah ataupun karena masalah senioritas.

Saya sadar bahwa memaafkan bukan sekedar ucapan, tapi saya masih sering merasa tidak ikhlas memaafkan seseorang. Masih sering mengingat kesalahan mereka yang telah lama berlalu, masih sering merasa marah kepada seseorang karena kesalahan yang telah berlalu. Dan saya juga merasa bahwa orang lain mungkin juga belum benar-benar memaafkan saya.




Maaf memang bukan cuma sekedar kata.

No comments:

Post a Comment