12 November 2006

Negara Tanpa Tentara

Pada waktu saya kembali ke Bandung setelah mudik lebaran beberapa waktu lalu saya menggunakan jasa kereta api. Dan seperti sudah menjadi sebuah kesepakatan bersama, berbagai kendaraan jarak dekat maupun jarak jauh menjadi penuh sesak oleh orang-orang yang terlibat dalam arus balik, begitupun kereta yang saya tumpangi. Penuh sesak, padat, rupanya PT Kereta Api selaku penyedia jasa selain menambah gerbong kereta juga memberlakukan kebijakasanaan pembelian tiket bebas tempat duduk ( mau duduk di lantai boleh, di toilet pun silahkan) pada jam keberangkatan, saya sendiri kurang tahu apakah ini kebijaksanaan ataukah pemanfaatan kesempatan. Di sinilah permasalahan mulai timbul, saya dan puluhan penumpang lain yang telah membeli tiket berhari-hari sebelumnya harus berhadapan dengan para tentara yang membeli tiket bebas tempat duduk. Saya sendiri tidak mengalami masalah berarti, karena ada petugas dari PT KA dan kepolisian yang membantu kami mendapatkan hak untuk duduk di tempat duduk yang telah saya pesan dan bayar tunai 30 hari sebelumnya.

Sementara itu ada banyak penumpang lain yang harus beradu mulut dengan para tentara tersebut, beberapa harus mau berbagi tempat. Para penumpang yang merasa bahwa duduk di tempat duduk sesuai dengan nomor karcis adalah hak mereka harus berhadapan dengan para tentara yang merasa bahwa dengan tiket bebas tempat duduk (bahkan banyak juga yang tidak menggunakan tiket) mereka dapat duduk di kursi manapun. Padahal tiket bebas tempat duduk adalah tiket tanpa nomor yang berarti mereka harus duduk di lantai, bordes atau dimanapun, karena seluruh kursi telah habis dipesan.

Disinilah ide dasar posting kali ini muncul, dalam perjalanan yang berlangsung selama kurang lebih 15 jam ini (telat begete ~_~;) muncul pikiran bila seandainya tidak ada tentara. Pada awalnya pikiran ini muncul karena kejengkelan saya pada mereka, para tentara yang ada di gerbong saya maksudnya. Setelah beberapa waktu di kost saya mencoba untuk mengembangkannya dengan tidak melulu berdasar pada emosi saya, dan sekaligus mencoba untuk bersikap lebih objektif, lebih luas, dan dengan asas praduga tak bersalah ^_^ (Presumption of innocent)

Apakah itu tentara

Tentara adalah bagian dari sebuah angkatan bersenjata, sedangkan angkatan bersenjata sendiri adalah "Satuan dan organisasi pertahanan dan penyerangan yang dibentuk oleh pemerintah dari negara tersebut. Angkatan bersenjata dibentuk untuk menegaskan kebijakan domestik dan luar negeri pemerintah.(dicuplik dari Wikipedia)" Jadi tentara sebagai bagian dari angkatan bersenjata adalah sebuah komponen manusia dari sebuah organisasi militer atau organisasi bersenjata.

Tentara mungkin sudah ada sejak manusia mengenal sebuah bentuk pemerintahan, mereka berfungsi mirip dengan tentara pada sistem kerajaan serangga. Kedalam mereka berfungsi defensif atau memberikan perlindungan kepada rakyat atas serangan yang datang dari luar. Keluar mereka berfungsi ofensif, bisa dengan tujuan membantu mendapatkan kebutuhan rakyat, baik dengan menguasai daerah baru, menyerang kelompok lain ataupun dengan cara-cara lain.

Seiring dengan perkembangan zaman, angkatan bersenjata menjadi sesuatu yang lebih kompleks, baik secara organisasi, fungsi maupun bentuk dan tehnologi. Yang akan saya bahas disini hanyalah mengenai fungsi, karena saya bukan pengamat militer maka soal organisasi, bentuk, dan tehnologi saya lewatkan. Secara fungsi angkatan bersenjata yang ada sekarang adalah sebuah bentuk kepanjangan tangan dari penguasa suatu negara. Kebijakan sebuah negara untuk menyerang negara lain, misalnya, tentu harus didukung oleh angkatan bersenjata. Harus, sebab tidak mungkin si pemimpin sendiri yang maju ke medan perang, gila apa @_@.

Jadi secara sepihak bisa saya simpulkan bahwa angkatan bersenjata merupakan salah satu pemicu perang. Meskipun bisa juga dikatakan bahwa angkatan bersenjata juga memiliki keuntungan dalam menyediakan perlindungan bagi penduduk suatu negara dari serangan yang berasal dari luar maupun kekacauan yang timbul didalam negeri, angkatan bersenjata juga bisa merusak masyarakat dengan terlibat dalam perang yang tidak bisa di menangkan, penekanan dalam negeri, atau dengan kata lain mendukung ide tentang kekerasan (atau ancaman yang bisa dilakukan) untuk mendapatkan sesuatu yang dimaui oleh orang atau kelompok tertentu. Pengeluaran yang berlebihan untuk mendukung kekuatan militer dapat membuat masyarakat sengsara karena kekurangan tenaga kerja dan bahan baku untuk kehidupan sehari-hari, memperburuk kehidupan sehari-hari penduduk sipil. Jika tetap berlanjut dalam jangka waktu yang panjang, akibatnya penurunan penelitian dan pembangunan dalam negeri, menurunkan kemampuan masyarakat untuk membangun fasilitas dasar yang banyak digunakan oleh masyarakat seperti sekolah, fasilitas kesehatan dan lain sebagainya. Penurunan dan kekurangan dari pembangunan ini berdampak negatif bagi kekuatan militer. Soviet Union adalah contoh nyata di jaman modern ini untuk masalah tersebut.

Lantas bagaimana kita mengatasi serangan atau kekacauan yang ada, bila tidak ada angkatan bersenjata?

Jawabannya bisa beragam, tapi saya akan memberikan beberapa jawaban saya atas pertanyaan ini. Jika tidak ada angkatan bersenjata maka tehnologi persenjataan tidak akan terlalu berkembang, dengan keadaan seperti ini maka kemungkinan timbulnya kekacauan akan lebih minimal. Dan seandainya terjadi kekacauan maka ada beberapa alternatif dalam penyelesaiannya, misalnya dengan adanya 'transarmament' atau 'pertahanan berbasis pada penduduk sipil', jadi dengan pengalihan alokasi anggaran militer pada bidang kesejahteraan sosial selain akan memperkecil kemungkinan munculnya kekacauan juga meningkatakan kemampuan masyarakat untuk bereaksi terhadap adanya ancaman. Kalau perut kenyang, otak tenang kan masyarakat jadi nggak gampang tersulut api emosi ^_^. Tentunya juga dengan adanya perlakuan yang adil dalam hukum, hak dan kewajiban masyarakat maka akan lebih memperkecil lagi kemungkinan adanya kekacauan.

Kalau boleh saya meng-analogikan angkatan bersenjata dengan senjata itu sendiri, pada awalnya senjata berfungsi sebagai sebuah alat perlindungan (begitupun angkatan bersenjata), dalam perkembangannya, senjata menjadi alat untuk menyerang orang lain, menjadi alat untuk membenarkan kata-kata kita, alat untuk memaksakan ide kita, dan masih banyak lagi. Padahal menurut Gandhi, kekerasan adalah jalan orang yang hatinya lemah. Yup, saya setuju, ketika kita menggunakan kekerasan semata, menggunakan okol (kekuatan) yang tidak didasari dengan akal, maka sesungguhnya kitalah yang lemah.

Kita selalu berusaha menjadi lebih kuat, senjata baru, tehnik baru, menambah personil, dan segala macam cara kita lakukan untuk memperkuat diri. Apakah itu kita lakukan karena kita kuat? menurut saya tidak, kita melakukan itu karena kita merasa lemah, kita merasa takut menghadapi kekuatan yang lebih besar, yang seringkali bahkan hanya ada dalam mimpi kita. Dengan memiliki senjata atau kekuatan maka kita juga akan menjadi lebih mudah bertindak ngawur atawa sembrono, dengan mengutip dari Spiderman "With greater power comes greater responsibility" --kekuatan/kekuasaan yang lebihbesar membutuhkan tanggung jawab yang lebih besar-- nah lantas para pemilik kekuatan itu apakah sudah memiliki tanggung jawab sebesar kekuatan mereka? auh ah elap *_* (Pak Bush, para presiden pemilik nuklir, para polisi dan tentara pemilik senjata, para....., para......dst...)

Menjelang akhir posting saya ini, saya menjadi lebih tenang setelah menumpahkan segala uneg-uneg ini, saya sadar bahwa sebuah negara (atau dunia?) tanpa tentara adalah sebuah utopia.




---Mungkin cuma surga yang tak butuh tentara---

No comments:

Post a Comment