06 November 2006

Kaya dan Miskin

Dengan berbagai alasan dan berbagai cara, (hampir) semua orang ingin kaya. Mulai dari sekedar kaya, cukup kaya bahkan hingga KUUUAAAYYYAAA RAAAYYYAAA (Maksudnya amat sangat kaya sekali). Menjadi kaya adalah sebuah kebutuhan yang muncul dari berbagai sebab, bisa karena tidak ingin miskin ataupun karena ingin mendapatkan apa yang kita inginkan dengan menjadikan kekayaan sebagai faktor pendukung utamanya.

---Menjadi miskin memang bukan sebuah aib, cuma saja ia tidak menyenangkan----

Maka kita semua berusaha lepas dari kemiskinan atau perasaan miskin dengan berbagai cara mulai dari bekerja keras, berdoa, mencari peluang baru, hingga melakukan korupsi, mencuri, manipulasi, dll,dsb etc...


Orang yang benar-benar miskin tidak punya jalan lain kecuali terus dan terus mencari uang (entah dengan cara apa), sementara yang (kaya) tapi merasa miskin juga terus memperkaya diri dengan cara apapun. Jadi jika sikap skeptis kita benar bahwa si kaya akan semakin kuayaa dan yang miskin akan semakin miskin, maka jelaslah bagi kita bahwa kemiskinan semakin mengerikan. Program pemerintah yang lebih banyak bersifat basa-basi dalam menghapuskan kemiskinan tergilas habis oleh kapitalisme yang terbungkus oleh kebijakan pemerintah sendiri. Mengenaskan!!!

Sesudah memporak porandakan desa, kemiskinan menginvasi kota, dari sudut-sudut gelap kota hingga ke setiap jengkal tanah kosong disekujur kota dihuni oleh para korban kemiskinan. Bahkan dengan kebberadaan mereka yang begitu dekat dengan kita, orang-orang masih bertanya apakah itu kemiskinan (Mungkin karena mereka tidak miskin ^_^). Dari berbagai seminar, dari berbagai pertemuan para ahli (yang jelas tidak miskin) dan aneka rupa tetek bengek lainnya, definisi kemiskinan masih belum juga jelas bagi mereka. Hal ini terbukti dari masih simpang siurnya penentuan kriteria miskin dalam penyaluran bantuan ataupun dalam hal pendataan oleh pemerintah.

Saya rasa kita semua setuju bahwa kemiskinan bukan sekedar tidak memiliki harta atau mempunyai lebih sedikit dari yang lainnya. Kemiskinan juga bukan sekedar masalah nasib, karena didunia ini kita tidak hanya menyadongkan tangan ke atas dan "diberi" kemudian menjadi yang "beruntung" sedang yang tidak diberi menjadi yang "tidak beruntung". Hidup adalah perjuangan, dan bukan sekedar "nrimo ing pandum" (menerima apa yang diberikan : Jawa), bukan sekedar menerima atau nrimo tapi mencari, berusaha, berjuang, dan bukankanh Tuhan juga mengijinkan kita untuk berdoa meminta kepada-Nya dan bukan sekedar menerima?.

Menjadi kaya juga bukan sekedar masalah untung-untungan, banyak unsur yang mempengaruhi mengapa seseorang, atau segolongan orang atau mayoritas penduduk negeri ini menjadi miskin atau tetap miskin. Maka kemudian para ahli-ahli ilmu pengetahuan yang tidak miskin lantas merumuskan pemahaman mengenai kemiskinan struktural.

Dan setelah masalahnya dirumuskan dengan meyakinkan , dibantu berbagai data, statistik, tabel dan lain-lain maka kita pun mulai melupakan kemiskinan, mungkin karena kita merasa telah berbuat sesuatu untuk kemiskinan. Padahal kemiskinan ini masih membaelit sendal jepit Pak Presiden, para menteri, anggota dewan yang terhormat, gubernur, walikota, bupati dan seterusnya, meskipun sebenarnya mereka ini hidup pada keadaan yang nyaris tak pernah tersentuh kemiskinan.

"Hanya orang miskin yang ingat pada kemiskinan" demikian kata orang bijak. Jadi adalah hal yang "wajar" jika para penggede negara ini lupa dengan kemiskinan, dan kalau orang kaya di masyarakat kita tidak peduli dengan orang miskin, ya mungkin itu memang sudah "kodrat kulturalnya".


<=======================^_^===========================>


Seringkali dalam promosi MLM atau hal-hal lain yang bersifat "dapat memberikan keuntungan dalam sekejap" sering dijanjikan adanyua kebebasan finansial, kebebasan yang dimaksudkan disini lebih ditekankan pada ketercukupan materi. Padahal ketercukupan materi bukanlah segalanya, sebab materi tak pernah membuat orang merasa cukup. Bahkan menurut Gandhi "Accumulation of wealth is accumulation of sin"


Lantas apakah kita tidak boleh kaya?


Boleh, bahkan kaya raya pun boleh, tapi jangan bersikap miskin karena dengan begitu kau jadi mengingkari berkah Tuhan, seolah-olah Tuhan tidak pernah memberkahimu sehingga menjadi kaya seperti itu. Tumpukan kekayaan menjadi kumpulan dosa karena jiwa miskin kita yang mengajak ingkar. Urusan kaya miskin adalah soal jiwa, sedangkan jiwa bukan hanya soal "rasa" tapi juga sikap, cara pandang, dan juga segenap tingkah laku yang kita refleksikan dalam hidup.


Jadi kebebasan bukan melulu soal finansial atau uang belaka, tapi lebih kepada soal jiwa. Karena itu dalam hidup saya ingin berjuang mencari 'kebebasan' agar tidak terjajah oleh kekayaan dan tak cemas akan ancaman kemiskinan. Tanpa kebebasan menjadi kaya tak ada artinya. Apalagi menjadi miskin.

Eh, omong-omong sampai saat ini saya masih belum merasa kaya, apakah karena saya miskin harta atu miskin jiwa ya?
Jawab hati saya "Masih keduanya, Mas"

No comments:

Post a Comment